Mohon tunggu...
Bambang Nurdiansah
Bambang Nurdiansah Mohon Tunggu... lainnya -

I am human being who don't have nothing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengangguran di Subang

3 Desember 2012   19:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:14 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengangguran di wilayah Subang setiap tahun selalu bertambah dengan jumlah yang cukup banyak, seiring kelulusan sekolah lanjutan atas. Dari data yang ada, siswa lulusan SLTA yang melanjutkan ke pendidikan tinggi hanya 15% dan ini artinya 85% kembali ke masyarakat dan berupaya mencari penghasilan sendiri, serta menjadi pengangguran akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan.

Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka akan menjadi bom waktu dan memicu munculnya revolusi sosial. Sebab apabila jumlah lulusan SLTA di Subang berjumlah 10.000 siswa, jumlah pengangguran baru diperkirakan mencapai 40.000-50.000/tahun. Karena itu, pihaknya berharap para pengusaha khususnya yang bergerak di bidang padat karya bersedia berinvestasi di Kabupaten Subang. Selebihnya akan dibina untuk berwirausaha sehingga mereka bisa mandiri dan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain.
berdasarkan Kasi. Pengolahan Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang, Pengangguran dibedakan menjadi dua yaitu:

1.Setengah menganggur adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

2.Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak di kabupaten Subang karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Menurut pernyataan yang dipaparkan oleh BPS, topografi masyarakat Kabupaten Subang dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu penduduk daerah pesisir pantai, dataran, dan pegunungan. Hal tersebut memberikan masalah yang berbeda di setiap daerahnya. Dan karena perbedaan tersebut maka mempengaruhi pula tingkat pengangguran masyarakat di Kabupaten Subang.

Misalkan saja di daerah pesisir pantura, permasalahan yang sering terjadi adalah banjir. Banjir dapat mengakibatkan laju perekonomian masyarakat setempat di bidang perikanan menjadi terhambat, selain itu juga banyak lahan pertanian yang terendam. Dengan begini, indikator yang disebut pengangguran di daerah pantura kebanyakan menurut BPS adalah pengangguran musiman. Ketika lahan mereka terendam banjir, maka para buruh tani atau nelayan tidak akan bekerja dikarenakan cuaca yang buruk atau hal2 lain bersifat bencana.

Menurutnya lagi, jika ingin mengetahui atau menilai data pengangguran di wilayah Subang mungkin akan susah. Hal ini disebabkan karena data yang didapatkan berbeda atau tidak relevan antara BPS dan dinas-dinas lain yang berada di Kabupaten Subang. Selain itu pula, ada faktor kebijakan pemerintah yang hanya mencakup wilayah kabupaten saja (tidak perkecamatan) dalam mendata setiap permasalahan yang ada.

Ada beberapa factor yang menyebabkan dari banyaknya pengangguran di Kabupaten Subang sebagai berikut:

*Kurangnya lapangan pekerjaan.

*Kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam penyelenggaraan pembangunan manusia.

*Mental para pemuda untuk maju yang kurang kuat.

*Ketergantungan masyarakat terhadapa bantuan pemerintah.

Bisa dipastikan bahwa pengangguran yang terjadi akan membawa dampak pada aspek (sektor) lainnya. Aspek-aspek yang akan terkena langsung adalah kesehatan dan pendidikan. Karenanya sebagian beban biaya pendidikan dan kesehatan harus ditanggung (bahkan merupakan kewajiban) pemerintah. Bila pengangguran tersebut berlangsung cukup lama, maka kemiskinan absolut bahkan kelaparan bisa terjadi. Dampak lain dari pengangguran di antaranya adalah :

*Ketimpangan sosial. Ini terjadi karena tidak seluruh komponen masyarakat menganggur, selalu ada sekelomok masyarakat yang nasibnya masih beruntung, ia dapat bekerja dengan normal bahkan memperoleh penghasilan yang berlebih,

*Kecemburuan sosial. Hal ini terjadi karena terpicu oleh disparitas sosial yang ada, misalnya ketimpangan pendapatan, status sosial dan kekuasaan,

*Meningkatnya budget pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan,

*Meningkatnya kriminalitas dan kekerasan sosial lainnya,

*Munculnya sikap permisif (serba boleh) sebagai jalan pintas untuk mempertahankan hidup,

*Tidak lancarnya sistem demokrasi, karena money politic lebih dominan

*Disharmonisnya sistem rumah tangga, karena penopang kelangsungan rumah tangga (penghasilan) tidak memadai lagi,

*Meningkatnya sex komersial (pelacuran), sebagai representasi sulitnya mencari lapangan kerja,

*Melemahnya daya beli, sebagai konsekuensi langsung dari ketidakberdayaan ekonomi (rendahnya pendapatan rumah tangga), dan

*Kekuasaan dan harga diri diukur oleh tingkat kekayaan dan penghasilan yang dpat diperoleh (seba uang). Sebetulnya ini suatu kekeliruan yang paling patal, namun masyarakat cenderung berperilaku seperti itu. Dirasakan sekali dengan uang segalanya jadi lancar, menyenangkan, status sosial terangkat dan dihargai orang lain.

Untuk menanggulangi beberapa permasalahan tersebut, ada beberapa solusi untuk mengurangi pengangguran di Kabupaten Subang yang bisa dilakukan oleh semua pihak yaitu :

1.Penambahan lapangan pekerjaan baik di bidang pertanian, perdagangan, industri, maupun yang lainnya.

2.Adanya kebijakan pemerintah yang dapat menguntungkan semua pihak baik dari pemerintah, investor, dan masyarakat.

3.Adanya pemberdayaan sumber daya manusia di setiap desa atau kelurahan, contohnya di Karang Taruna.

Kabupaten Subang sudah menjalankan program dari pemerintah pusat yang disebut PKH atau Program Keluarga Harapan. Program ini hampir sama dengan BLT, namun perbedaannya yaitu PKH dalam pelaksanaanya bersyarat. Program ini lebih baik dibandingkan dengan BLT, karena dengan adanya PKH, masyarakat yang benar-benar tidak mampu bisa terdata dan benar-benar menerima bantuan dari pemerintah. Dengan adanya program ini diharapkan masyarakat Subang bisa sejahtera. Namun kenyataan dilapangan masih banyak penerimanya tidak memakai dana dari PKH sesuai dengan ketentuan penggunaannya tidak jarang yang hanya dipakai untuk membeli perhiaasan atau barang elektronik.

Ada beberapa alternatif (cara) yang bisa dilakukan dalam rangka mengatasi masalah pengangguran. Cara ini mengikuti dua pola (jalur), yaitu lewat jalur demand for labour, dan supply of labour. Upaya mengatasi pengangguran lewat jalur permintaan tenaga kerja berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja baru secara langsung. Jalur ini biasanya berhubungan dengan aspek-aspek sebagai berikut :

1)Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam (misalnya lahan)

Hal ini bisa dilakukan apabila masyarakat diberi peluang (akses) terhadap penguasaan (paling tidak) penggarapan lahan. Tidak hanya sampai di situ, pemerintah pun harus memberikan fasilitasi yang kondusif agar masyarakat mampu mengelola lahan dengan optimal dan aman karena kepastian hukumnya jelas,

2)Akses pada sumber-sumber modal

Akses pada sumber modal sangat menentukan bagi pengembangan usaha sekaligus kesempatan kerja (sama seperti sumberdaya tanah/lahan). Ketika kemudhan-kemudahan diciptakan untuk masyarakat lapisan bawah, dan pembinaan pun dilakukan, maka dampaknya secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat,

3)Peningkatan investasi (pembentukan modal, capital formation)

Investasi bisa bersumber dari pihak internal maupun eksternal. Dari internal bisa didapat lewat pemupukan tabungan (dana pihak ketiga) masyarakat dan dari eksternal melalui peningkatan arus investasi (penanaman modal) dari pihak luar. Bila dua sumber ini lancar dan kenaikannya cukup signifikan, maka dampaknya akan terasa pada gairah usaha dan otomatis terhadap permintaan tenaga kerja (kesempatan kerja),

4)Kerjasama

Kerjasama akan sangat bergantung pada kredibilitas pemerintah, situasi objektif wilayah (peluang pasar, potensi wilayah, keamanan, politik dan kelembagaan yang mendukung sistem pemerintahan). Bila hal ini telah dipastikan kondusif, maka investor cenderung siap melakukan kerjasama (pengembangan wilayah), sehingga pada gilirannya berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan kesempatan kerja,

5)Perluasan pasar

Tahap ini tercipta setelah tahap kerjasama dan arus investasi masuk ke suatu wilayah. Artinya tahap ini sebagai konsekuensi dari existing situation yang ada sebelumnya. Perluasan pasar dapat ditingkatkan dengan beberapa cara diantaranya dengan perbaikan kualitas (TQM), penguatan akses informasi, memahami prilaku pesaing, memahami kehendak buyer dan lancarnya delivery order system,

6)Pembinaan usaha

Terdapat ragam upaya yang bisa dilakukan dalam rangka pembinaan usaha (paket-paket pembinaan usaha sudah banyak tersedia). Tetapi yang paling penting dari itu semua adalah jiwa wirausaha yang dilandasi dengan nilai-nilai transendental yang nampaknya masih perlu ditingkatkan. Artinya harus dipahami oleh semua, bahwa segala usaha dan upaya yang dilakukan, harus ditujukan hanya semata untuk mengabdi kepada Tuhan dan bermaksud ingin memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang lain (manusia dan alam/lingkungan sekitar),

7)Pengembangan usaha padat karya (labor intensive)

Usaha padat karya adalah jenis karakteristik usaha yang paling cocok untuk negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk tinggi. Seperti halnya negara Indonesia. Tetapi bukan berarti kita menolak semua teknologi yang terjadi saat ini. Teknologi tetap dibutuhkan, dengan catatan tidak akan mempersulit (mempersempit) lapangan kerja baru, ramah lingkungan, terjangkau biayanya dan adaptasinya dapat dengan mudah diserap dan diimplementasi oleh tenaga kerja domestik, dan

8)Kebijakan pemerintah

Suasana kondusif dapat tercipta karena pemerintah dan pemerintah daerah melakukan fasilitasi dan memberikan berbagai kemudahan (insentif ekonomi) bagi pengembangan usaha. Berbagai peraturan yang diciptakan bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat usaha, tidak sebaliknya (menjadikan pengusaha atau kegiatan usaha menjadi objek penghasilan semata). Budaya pendekatan proyek (project oriented) harus diubah menjadi budaya social benefit. Artinya semua usaha yang dilakukan pemerintah tidak melulu profit seeking (memburu laba) dalam rangka mendongkrak economic growth semata, tetapi lebih jauh dari itu bagaimana “kue pertumbuhan” itu mengalir dan bermanfaat bagi masyarakat kecil yang sekarang sedang terancam bahaya kelaparan.

Permasalahan pengangguran memang tidak bisa langsung diselesaikan dalam waktu singkat, namun semua itu akan semakin berkurang angka pengangguran pertahunnya manakala Pemerintah selaku pemegang kebijakan membuat suatu kebijakan untuk membuka peluang lapangan kerja baru setiap tahunnya. Pihak swasta/investor selaku pemilik modal dan pengusaha memberikan kemudahan kepada para pelamar untuk memberikan peluang bekerja dan memberikan keuntungan bagi pengusahanya. Apabila Pemerintah Daerah kab. Subang dan Pengussaha sudah sama – sama bersinergi dalam pengentasan pengangguran maka masyarakat selaku labour harus memberikan guaranty akan skill yang mereka miliki sehingga mereka diterima dan mendapatkan kesejahteraan.

Namun Pemerintah pun jangan sampai mengorbankan kepentingan umum demi hasrat orgasme kepentingan pribadinya dengan memberikan kemudahan kepada investor tapi tidak memberikan kontribusi terhadap Indeks Pembangunan Manusia serta pembangunan daerah melalui peningkatan pertumbuhan industry disegala sector.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun