-- Catatan Dari Sisi Ruang Belakang Proses Produksi Film Dokudrama "SATOE" --
Broadcaster Film Making harus lebih arif melihat fakta kenyataan. Fakta peristiwa tidak bisa dirubah kecuali mengubah cara pandangnya. Ketika memahami, memaknai dan menyikapi fakta peristiwa. Mindset semacam menjadi pokok dan pentingnya sebuah kerja produksi film genre dokumenter. Baik dalam bingkai dramatik yang acap disebut Dokudrama atau features.Â
Realitas bukanlah ruang kosong yang hampa. Ada begitu banyak interaksi, relasi dan kontradiksi yang melingkupi juga saling mempengaruhi. Â Dengan demikian sangatlah penting memahami lebih dalam sampai pada dasar esensi subtansi. Sekaligus menemukan hubungan serta keterkaitan semua fakta aspek peristiwa. Untuk kemudian merefleksikan ke dalam sebuah karya estetik film.Â
Hindari  menariknya sebagai kesimpulan secara gegabah. Tidak juga memaksakan ukuran taste selera pada subyek yang belum tentu sesuai, pas, matching. Kesadaran yang akan mengantarkan pada pemahaman untuk tidak terlalu berlebihan berasumsi, apalagi memvonis realitas yang tidak sepenuhnya transparan itu dengan kebenaran tunggal yang dipaksakan. Apalagi hanya untuk mengukur subyek secara subyektif.Â
Menimbang terlebih dahulu duduk perkara masalahnya, sebelum itu ditemukan, hindari menarasikan sebagai sebuah framing, menurut pandangan pikiran kebenaran sendiri, itu yang bisa disebut sebagai: Â subyektivitas kegagalan atau bias konfirmasi. Menghakimi. Film Maker selayaknya benar sebenarnya adil sejak ide gagasan ada dalam pikiran. Utamanya ketika menelaah permasalahan sosial sebagai sebuah tema topik bahasan, atau sebaliknya.Â
Menentukan Premis menjadi hal utama dalam hal ini. Sebagaimana melakukan pendekatan produksi film dokumenter. Tak ada kata yang mampu menggambarkan hebatnya bahasa visual dan kekuatan audio. Ketika keduanya bertemu dalam satu kesatuan makna paradigma dan sistematika sinematik akan menjadi gramatika yang luar biasa. Sinematografi bukan hanya sekedar audio dan visual yang indah. Lebih dari itu, film sebagai seni audiovisual, punya satu kekuatan yang mungkin nggak akan pernah terbayangkan sebelumnya.
Demikian sebuah proses kerja yang dijalankan untuk sampai kepada hasil. Â Bahwa film pada galibnya adalah karya kreatif yang bersifat subyektif, oleh karenanya film kerap pula disebut sebagai sebuah karya yang berisi realitas subyektif. Betapapun sebuah film dokurama, sebagaimana SATOE ini yang banyak mengolah fakta peristiwa masa lalu. Oleh karenanya Film SATOE ini berfungsi mengantarkan realitas subyektif tersebut kepada realitas obyektif atau realitas yang sebenarnya yang sedang berlangsung terjadi.Â
Film "SATOE" ini merupakan produksi LPP. TVRI D.I. Yogyakarta bersama LPP. TVRI Pusat Jakarta. Mencoba membesut penciptaan dari ide, gagasan kreatif Peristiwa Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945. Demikian pada masa itu, kegentingan-kegentingan yang terjadi menyertai pelaksanaan siadang BPUPK sampai dengan Pidato Kelahiran Pancasila yang disampaikan Ir. Soekarno tidak terlepas dari tarik ulur konfrontasi kepentingan antar tokoh dan kelompok golongan. Potret kegentingan itulah yang kemudian nampaknya mencoba dihadirkan kembali sebagai sebuah fakta aktual yang juga masih terjadi pada masa sekarang. Pancasila sampai hari ini masih berada dalam pusaran tarik ulur kepentingan.
Film Dokudrama SATOE di tengah publik Yogyakarta sebagai daerah yang sangatlah Istimewa, apalagi dengan adanya Dana Istimewa tentu akan menghasilkan Karya Istimewa pula. Tidak saja mengembangkan spirit industri kreatif tetapi juga dapat melahirkan karya-karya film yang mampu merepresentasikan nilai-nilai kejuangan dan kebangsaan. Sekaligus mengemas pesan pembangunan karakter manusia (Nation and Character Building) yang berkepribadian dalam berkebudayaan. Spiritnya adalah idealisme berkarya Cipta Rasa Karsa.