#16
BAIKLAH kita sepakati saja saja akronim KKN sebagai "Kuliah Kerja Nyata" bukan dalam pengertian "Korupsi Kolusi Nepotisme". Atau kalau mau, bisa juga keduanya di-overlapping-kan tak mengapa tumpang tindih ketika memahami film "KKN di Desa Penari".
Awalnya memang sempat sedikit terheran mengenai pilihan judul film tersebut. Mengapa begitu lugas dalam frasa denotasi yang telanjang. Praduganya pasti lebih banyak dipengaruhi pertimbangan pilihan segmentasi penonton yang akan disasar. Barangkali juga trend pasarnya sedang menginginkan sesuatu yang ringan dan mudah dimengerti. Jika tidak, mengapa bukan menggunakan diksi yang lebih seram sebagaimana filmnya. Sehingga dapat lebih menonjolkan unsur horor yang mencekam seputaran dunia mistis, gaib, supranatural, arwah, atau mengimbuhkan nama tokoh antagonis utamanya: Badarawuhi.Â
Benarlah begitu; Apalah arti sebuah judul?
Kata pujangga terbesar Inggris William Shakespeare: "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet. " - "Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi." Demikian pun film produksi MD Pictures dan Pichouse Films ini tetap saja menyajikan sensasi kengerian yang cukup mengganggu adrenalin.Â
Berbagai sumber membeberkan  penayangan perdana KKN di Desa Penari di bioskop Indonesia sempat tertunda karena pandemi Covid-19. Film bergenre horor Indonesia besutan sutradara Awi Suryadi ini didasarkan cerita viral berjudul sama karya @SimpleMan.  Seorang anonim yang memposting kisah menyeramkan di akun twitter-nya. Kontennya viral dan menduduki peringkat pertama trending Twitter Indonesia. Peluang popularitas sebagai modal sosial marketing pun tidak disia-siakan Manoj Punjabi selaku Produser.Â
Filmnya "KKN di Desa Penari" berkisah tentang 5 mahasiswa yang melaksanakan KKN di sebuah desa terpencil; Nur (Tissa Biani), Widya (Adinda Thomas), Ayu (Aghniny Haque), Bima (Achmad Megantara), Anton (Calvin Jeremy) dan Wahyu (Fajar Nugraha). Mereka tidak pernah menyangka jika desa yang mereka pilih ternyata sebuah daerah keramat dan angker penuh misteri ghaib.Â
Sang Kepala Desa Pak Prabu (Kiki Narendra) didampingi Bu Sundari (Aty Cancer) sudah memperingatkan untuk tidak melewati batas gapura terlarang. Sebuah gapura yang menuju tapak tilas wilayah yang dikeramatkan. Tempat misterius itu berhubungan dengan tokoh legenda penari cantik yang sejurus kemudian mulai menganggu Nur dan juga Widya. Percaya atau tidak, satu persatu para mahasiswa ini mulai merasakan keanehan mitologi desa tersebut. Dimulai dari Bima yang mulai berubah sikap perangainya, beringsut memaparkan ke empat teman lainnya.Â
Program Kerja (Proker) KKN mereka berlima pun mulai berantakan. Konon penghuni ghoib desa tersebut tidak menyukai aktivitas mereka. Bukan tanpa sebab, lantaran diantara pendatang ini sudah dianggap melanggar batas aturan. Hanya Nur satunya yang masih tetap teguh menjaga maruah sebagai perempuan solehah. Meski kemudian Nur akhirnya menemukan fakta mencengangkan bahwa diantara temannya telah berprilaku buruk melanggar larangan di desa tersebut. Teror sosok penari misterius pun semakin kuat menyeramkan. Lalu mereka berusaha meminta bantuan Mbah Buyut (Diding Boneng) dukun sesepuh setempat, namun sudah terlambat. Fatalnya mereka bisa saja tidak akan mampu keluar dengan selamat dari lokasi KKN tersebut. Mengingat daerah ini dilegenda keramatkan sebagai Desa Penari yang dipimipin ratu ular Badarawuhi (Aulia Sarah).Â
Untung saja Sinematografer Ipung Rachmat Syaiful, bersama Penyunting Firdauzi Trizkiyanto - Denny Rihardie, tangkas membantu mereka dengan menghadirkan gambar-gambar yang dramatik agar tercipta suasana tragik dalam durasi 121 menit berlangsung. Kalau tidak, kehambaran rasa atas penghayatan ekspresi akting akan terasa benar. Kurangnya eksplorasi penghayatan karakter segera dipecah oleh backsound yang dikerjakan PenataMusik Ricky Lionardi. Aksen suasana musikal lewat audio space dan atmosfer efek meski sedikit kurang matching, antara gamelan dengan pilihan musik illustrasinya, tetaplah membantu mengatasi kefakuman. Apalagi film ini menggunakan dialog campuran, bahasa Indonesia bercampur Jawa Timuran. Meski bilingual  tidaklah mengganggu kenikmatan mengikuti alur dramatis yang disodorkan Lele Laila Gerald Mamahit selaku penulis skenario.Â
Bagi penonton film yang bukan pembaca cerita versi fiksi twitter atau buku novelnya. Menyaksikan kemasan sinematografi yang dihadirkan tidak akan mengalami kendala persepsi. Karena tidak ada refrensi lain kecuali apa yang disodorkan lewat digital sinema scope. Lain persoalan bagi penikmat yang sekaligus pembaca tulisan ceritanya. Artinya mereka (pembaca) pasti sudah memiliki rekaan bayangan imajinasinya sendiri. Bisa saja penggambaran filmnya tidak sesuai ekspektasi yang sudah dibayangkan. Bisa juga melebihi dari citraan yang sudah ada saat menikmati bacaan dan berangan-angan merekayasa sendiri penggambarannya. Sebab imajinasi seseorang memang luar biasa membumbung sesuai yang diinginkannya.Â
Transfigurasi karya tulis semacam susastra novel dan drama radio ke dalam bahasa gambar memang tidaklah mudah. Banyak kasus dalam produksi film Indonesia, mengalami kegagalan karena keterbatasan membangun image visual sebagaimana yang disampaikan tuturan dan tulisan. Faktornya tidak lain adalah kendala penuangan gagasan ke dalam teknis produksi. Lantaran membuat diskripsi tertulis dengan visual sangat berbeda proses kerjanya. Logika mendasar tersebut mampu dilewati oleh tim kreatif "KKN di Desa Penari" dalam membantu mengarahkan imajinasi penonton. Setidaknya indikatornya bisa dirunut dari respon positif publik terhadap peredaran film yang mampu menembus box office. Malah menurut rilis yang bertebaran di medsos, pendapatannya melebih income film horor produksi sebelumnya.Â