#5
"Tak ada yang lebih indah dari berkah bulan Juni. Diisyaratkannya bisik merdunya kepada benih suci itu."
Sepertinya nukilan puisi Sapardi Djoko Damono "Hujan Bulan Juni" layak disitir untuk mempersonifikasikan suasana yang hadir. Ketika cerita dibagi oleh para film maker muda, seusai menuntaskan Movie Pitching secara sempurna.Â
Sementara Screening Conference 'European Short Movie Competition' sudah bergegas menunggu. Belom lagi ancang-ancang International Symposium-Colloquium Turkey, menerus agenda berikutnya Switzerland dan Austria. Menganyam jejaring, memang seakan menjadi sebuah keniscayaan bagi penyemaian proses penciptaan karya selanjutnya. Daur hidup yang berulang kali musti ditempuh agar mendapatkan apresiasi seutuhnya.
Mungkin ada pentingnya juga menghayati setiap momentum, agar tak semata-mata dianggap mengabaikan. Belajar bersyukur atas segenap berkah karunia yang boleh diterima dan dinikmati. Merayakan kecil-kecilan Ulang Tahun, satu diantara mereka yang lebih dari biasa berkumpul pun tak apalah. Sekalian sedikit menandai pahatan prestasi, diantara gempuran kompetisi yang semakin tajam dan kejam.
Cooling Down tipis-tipis, refresh, dari kebiasaan diam-diam membakar waktu, meremas-remas malam demi malam. Sampai subuh membeku hingga embun merembes kelam berkelindan pagi. Semacam proses berselancar di arena ''Black Box'':
"Jikalau tak mau menyelami gelapnya malam, bagaimana mungkin akan menemukan fajar berbinar?"
Rasa-rasanya ada baiknya juga mengulik vibrasi energi kaum millenial ini. Mereka yang kokoh dalam pendirian, menjaga spirit daya juang --elan vital-- dengan caranya yang serba tak biasa. Darinya kesadaran baru itu terpahamkan secara samar: meresapi keterbatasan terkadang justru akan menjadi amunisi pemantik terbaik, bagi penyemaian lahirnya gagasan kreatif.Â
Fokus mengolah potensi yang dimiliki dan apa yang dimungkinkan dilakukan, benar terbukti lebih produktif. Ketimbang disibukan dengan perasaan galau, berkeluh kesah meratapi timpangnya distribusi fasilitasi Danais atau mampetnya saluran supporting terhadap inisiasi yang agak rada 'Out of the Box' begitu:
"Jangan pernah tunduk pada keadaan yang sepenuhnya belum berpihak." simpul mereka.
Film maker muda memang sepatutnya militan, begitulah terkira maksudnya. Bernyali menjaga otentisitas gramatika sinematik yang dikonstruksikan secara semantik. Sebab realitas sosial yang tak kurang sangar, kerap pula mengkooptasi citarasa artistik yang lazim memaksa agar mengikuti arus komoditas pada umumnya.
Bersikap progresif, mau tidak, menjadi keharusan, kekeh plus kupeh. Sebisa mungkin habis-habisan mempertahankan pilihan sintaksis sinematografinya. Tak harus gentar menghadapi himpitan-himpitan relasional komunal yang berkecenderungan menegasikan obyektivitas dan sangat mungkin berhempitan diskriminatif.Â
Benarlah, belantara meanstream popularitas hiburan, terkadang secara seksama bertendensi meruntuhkan 'personal style' dan memaksakan konvensi citraan estetis. Begitupun perilaku pasar industri seringkali menghipnotis represif. Menggoda serta membujuk rayu jika tidak segera disiasati.
'Kado Istimewa' atas ketekunan dan kesabaran itupun bukan lagi Nasi Jagung yang cepat basi. Semirip Cerpen Jujur Prananto yang pernah pula difilmkan. Melainkan kesempatan berekspresi, berproses membuat karya secara merdeka, mandiri, dan independen.Â