Perubahan begitulah keniscayaan jaman. Manusia berada dalam pilihan kepentingan, antara harapan, keinginan, kemampuan dan kebutuhan. Kesemuanya akan bercampur aduk untuk menguji kepentingan dan orientasi tujuannya. Ada yang kemudian mampu tetap berdiri kokoh menjaganya atau menyelaraskan secara sinergis, namun banyak pula yang gagal, menyerahkan pada kebutuhan realistis pragmatis. Mengikhlaskan dengan terpaksa, berdamai dengan kebutuhan ekonomis, mengganti nilai-nilai yang telah disemai, menjadikan wujud sarana materialitas komoditas ekonomi.Â
Demikian pun ketika kemudian bangunan ini dipindah, harapannya tentu saja untuk meneruskan nilai-nilai pengabdian beserta semangat melanjutkan kerja-kerja sosial budaya dan kesenian. Kini bangunan Lawasan Omah Jawa Kampung, Limasan dan Joglo ini diberi identitas Omah KalBu oleh cucunya almarhum Heru Sutopo, yang sekaligus melangsungkan berbagai aktifitas yang menjadi bagian merayakan keragaman yang hakiki. Sejauh aktifitasnya berkemanfaatan untuk sesama lebih berperspektif, sekecil apapun itu.
Orang muda memang memiliki pathos nawaitu-nya dalam memahami persoalan lingkungannya. Seperti akar punya caranya sendiri untuk menghisap saripati kehidupan yang telah tersedia, sesuai kemanfaatannya. Bagaimana cita-cita sosial itu dimaknai dan direpresentasikan secara bulat, meskipun tumbuh dalam gesekan-gesekan kreatif, tetapi seni tidaklah tumbuh sendiri secara otonom, melainkan terlibat secara partisipatif, semacam seni yang terlibat sebagaimana disebut almarhum Arief Budiman diranah Cultural Studies, Demokrasi dan HAM, Â Feminisme Kesetaraan Gender, Lingkungan Hayati, yang kesemuanya mengalir dari hulu hilir di ruang-ruang sosial, seraya menemukan kebahagiaan terbesar, the greatest happiness, karena yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan, semirip mungkin Utilitarianisme yang disebut Stuart. Dari sanalah pilihan itu lahir yang oleh kebanyakan orang muda lazim dikatai passion. Sumonggo sajalah, orang mudalah pewaris sah masa depan. Anak panah yang akan melesat ke depan menuju sang waktu, tulis Khalil Gibran. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H