Mohon tunggu...
Bambang Wiguna
Bambang Wiguna Mohon Tunggu... Supir - Tukang Ojek Online

Saya bukan sarjana hukum, tapi rakyat kecil seperti saya sekalipun harus paham hukum. Kita harus sama-sama mengajarkan tentang hukum. Mau menerima masukan hukum, dan mau berbagi ilmu hukum. Karena banyak pihak yang tidak suka kita faham hukum.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Teman Gua Nipu, Saudara Gua Pengen Ikutan Nipu

25 Desember 2023   18:00 Diperbarui: 25 Desember 2023   18:03 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ditipu itu hal yang menyebalkan. Saya baru-baru ini ditipu kawan, kerjasama bisnis. Saya disuruh hutang dan katanya nanti dapat keuntungan 20% dari omset. Saya hutang 60juta dan semua uang nya diambil teman. Dia yang akan menjalankan bisnisnya, dia juga akan membayarkan angsuran hasil dari bisnis itu.

Baru bayar dua kali angsuran saya diinfokan bengkel tempat usaha nya dibobol maling. Sparepart dan oli yang dibelanjakan olehnya hilang. Artinya untuk menjalankan bisnis kurang modal, lalu angsuran mulai tersendat dan saya terpaksa bayar angsuran. Bagaimana tidak, yang jadi jaminan ke bank adalah sertifikat tanah saya.

Setahun berjalan yang bayar angsuran adalah saya, dia jarang sekali transfer. Dan sekalinya transfer paling besar Rp 300.000. Lalu ibu saya cerita masalah ini ke saudaranya.

Saudara ibu saya ini langsung Carikan orang bank padahal saya tidak minta bantuan padanya. Katanya supaya angsuran nya tidak sebesar sekarang, tiga juta rupiah per bulan. Biar nanti cair dari bank baru untuk melunasi hutang saya ke bank lama.

Saudara saya bukan membantu tanpa tujuan, dia tanpa segan bilang mau ambil setengah dari pencairan dan mau cicil bareng. Tentu saya tidak mau, apa bedanya saudara saya ini dengan teman saya yang nipu saya? Alibinya sama.

Penolakan saya berujung pada kemarahannya, dia bilang tersinggung pada saya. Demi untuk keselamatan saya, saya rela membuatnya tersinggung. Lagipula dia bukan orang baik. Suka pinjam uang ibu saya, dan tidak pernah mengembalikan nya. Dia kerja, bahkan anaknya dimasukkan ke kantornya. Lucunya tiap ke rumah dia selalu pinjam uang, bahkan datang tanpa uang sepeserpun. Artinya dia pulang harus diongkosin.

Ibu saya pensiunan, didatangi orang yang lebih muda dan kerja di dinas sosial malah harus ngongkosin orang dinas ini kalo pulang, apa ga kebalik? Kan yang disebut teteh ibu saya, bukan ibu honorer dinsos.

Makanya pas dia minta join ngutang dengan jaminan nya tanah saya, woah ga mau. Seram sekali punya saudara seperti ini. Lagi pula saya trauma dengan minjam meminjam ke bank dengan sistem atas nama. Nama saya yang dipake, yang pinjam nama jadi songong. Ah, ga mau-mau lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun