Pagi-pagi buta karena udara dingin yang menusuk tulang aku pun terbangun, persis di sebelahku pak john yang ternyata tidur satu tenda denganku, aku berusaha melepaskan sleeping bag ku agar bisa segera keluar dari tenda untuk menghangatkan tubuh dengan membuat jahe panas, karena suhu puncak gunung prau yang sangat dingin sekali, aku nggak tau suhunya berapa derajat namun yang pasti dinginnya sampai hampir membuat tubuh menjadi beku. Dan aku membangunkan pak john “Pak, bangun pak sudah pagi” seketika pak john bangun “iya put, masih pagi bener put, baru jam 5.30”, dan kemudian aku menjawab ringan saja “Iya pak, udaranya dingin banget” meskipun hanya di jawab dengan senyuman saja oleh pak john, setelah itu aku membuka resleting tenda melihat pemandangan di laur sana. Dan benar apa yang pak john katakan semalam, bahwa esok nanti Tuhan akan menunjukan kuasaNya, seketika mataku terbelalak dengan apa yang aku lihat dan aku saksikan, semalam yang hanya samar terlihat gunung-gunung menjuntai ke langit kini terlihat dengan sangat jelas, sangat indah dan begitu mempesona, seperti lukisan alam yang pernah aku pernah lihat pada gambar-gambar animasi, dan akupun berbicara pada pada john, “benar yang bapak katakan, kuasa tuhan begitu nyata dan indah pak”. Dan aku termenung di depan tenda dengan alas matras dan secangkir jahe panas yang telah aku buat, tidak lupa akupun membuatkan kopi pahit panas untuk pak john, aku lihat teman-teman pak john belum bangun dan masih tertidur pulas, mungkin karena sudah terbiasa dengan hawa pegunungan jadi seperti tidur di hotel bintang lima.
Aku dan pak john duduk bersebelahan dengan memandang kagum keindahan dan kekuasaan yang di tunjukan oleh Tuhan semesta alam, tak pernah terbesit sedikitpun sebelumnya kalau aku bakal menyaksikan dan merasakan keindahan serta menikmati hamparan surga yang Tuhan berikan untuk bangsa ini, “Terimakasih pak john, sudah mengajak aku untuk menyaksikan keindahan alam ini”, dan kemudian pak john mengangguk sambil berkata bahwa.
“Bangsa kita dulu di jajah karena sumber daya alamnya yang melimpah ruah, itu sebabnya kamu harus siap menerima warisan ini kelak, jangan sampai dikemudian hari bangsa ini kembali terjajah, baik secara fisik maupun intelektualnya, dan itu sebabnya saya selalu naik gunung, karena pikiran yang sehat dihasilkan dari kemurnian udara dan tanah yang bersih serta suci, yang belum terkotori oleh asap industri dan limbah yang merusak ekosistem, maka timbulah rasa syukur dan cinta terhadap bangsa ini”, Kemudian pak john melanjutkan.
“Put, generasimu hari ini adalah sebagai generasi penentu bangsa ini ke depan, maka bekerja keras dan terulah belajar, karena seringkali kebodohan memakan korban, dan jika suatu saat kamu menjadi orang dipercaya untuk memimpin bangsa ini jangan pernah keras kepada orang lain namun keraslah pada dirimu sendiri, karena hidupmu bergantung atas apa yang kamu tanam dan kemudian pertanggung jawabkan kelak, baik di dunia maupun di akhirat”. Kemudian aku pun menjawab “Iya pak, tapi berat rasanya kalau harus menjadi pempin bangsa ini”, kemudian pak john melanjutkan “Paling tidak kamu menjadi pemimpin untuk keluargamu, anak-anakmu serta desamu, laki-laki diciptakan untuk menjadi pemimpin tanpa tawar menawar lagi karena itu kodrat setiap lelaki”, tutup pak john sambil menyeruput kopi dan menghisap sebatang rokoknya.
Aku sedikit mengerti dengan apa yang pak john sampaikan, kemudian pak john pergi berjalan menuju tugu puncak prau, aku tidak ikut hanya melihat beliau berjalan saja, aku perhatikan pak john hanya duduk sambil memandang hamparan rumput hijau yang luas, sesekali beliau menghisap rokok yang seakan tak pernah lepas dari mulutnya, pak john memang perokok berat, pak john duduk begitu lama, dan kemudian teman-teman pak john mulai bangun dan keluar dari tenda, dua orang teman pak john terlihat sedang membereskan tempat tidurnya. Sementara bule, temennya pak john merapikan flesit tenda, dan aku sendiri masih asik menikmati jahe yang mulai dingin serta meresapi kata-kata pak john barusan, penuh arti dan makna yang dalam.
Setelah sarapan pagi dan sedikit bercanda dengan pak john dan temen-temennya, kami berlima mencari spot untuk photo dan aktivitas masing-masing, bule lanjut dengan tidurnya dan sementara satu temen pak john yang belum aku ketahui namanya jalan-jalan di seputar puncak gunung prau, dan sementara pak john kembali duduk di tempat yang sama, Cuma kali ini dengan menenteng buku bacaan yang kalau sekilas aku lihat buku tentang Ideologi Politik karya Andrew Heywood, sementara aku sendiri masih duduk mematung sambil menikmati pemandangan indah yang Tuhan hamparkan ke bumi pertiwi ini.
Sebenarnya ini agak aneh, Cuma setelah aku perhatikan diantara kami berlima setelah sampai ke puncak gunung justru jarang banget ngobrol, masing-masing sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, ada yang melancong ke tenda pendaki yang lain, ada yang hanya tidur-tiduran, ada yang hanya mematung sambil baca buku, atau memang seperti ini kebiasaanya.
Karena jenuh duduk-duduk sendiri, aku memberanikan diri untuk menyamperin pak john yang sedang asik baca buku, sebelum tugu puncak prau ada tempat yang lumayan teduh karena ada beberapa pohon yang masih tumbuh lumayan tinggi dan membawa ketenangan tersendiri bagi siapa saja yang ada di bawahnya, aku mencoba memberanikan diri karena memang ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan ke pak john, sebelumnya aku tidak berani menanyakan soal-soal yang sangat private, takut mengganggu atau menyinggung perasaan beliau, karena kalau aku perhatikan, pak john ini jarang banget cerita soal keluarganya, apalagi istri atau anak-anaknya, pun begitu dalam perjalanan dari indramayu ke wonosobo kemarin, nggak sekalipun teman-temannya menyinggung atau obrolannya menjurus kepada kehidupan pribadi pak john ataupun keluargannya, meskipun begitu aku punya jurus untuk mencairkan suasana saat nanti ngobrol dengan pak john, dan aku buatkan kopi pahit panas terlebih dahdulu untuk beliau supaya suasananya bisa enak.
Setelah kopi sudah jadi kemudian beraniin untuk aku samperin pak john yang masih anteng duduk dengan membaca buku dan menghisap rokok, kemudian aku mneyapa beliau sembari menawarkan kopi pahit kesukaannya “Kopi pak, aku buatkan spesial buat pak john” dan kemudian pak john menjawab sambil cengengesan “Hehe Terimaksih Put, saya mau buat kopi Cuma lagi enak posisinya, seperti semesta menyambut keinginan saya put, terimakasih put, ucapnya. meskipun dalam hati aku bertanya-tanya, koq kebetulan banget eh, dan kemudian aku jawab sekalian bertanya biar rasa penasaranku terjawab sudah “Iya pak, sama-sama, oh iyak pak aku mau tanya pak, tapi pak john jangan tersinggung ya pak”, sambil mengerutkan keningnya pak john menjawab “Nanya apa put, tumben amat, soal kerjaan atau soal apaan nih?”, pak john seperti mempertegas pertanyaan yang sebenernya aku sendiri ragu untuk menanyakan ini, antara soal pantas atau tidak, sopan atau tidak, Cuma karena sudah terlanjut ya aku teruskan saja, semoga pak john bersedia menjawab dan tidak tersinggung atas pertanyaanku ini yang sangat private, “Pak maaf kalau sedikit pribadi, Cuma aku mau tanya pak john sudah punya anak berapa?”, mendengar pertanyaan itu pak john agak sedikit terdiam, dan aku mulai khawatir takut beliau tersinggung atau kurang nyaman atas pertanyaan itu.
Lanjut ke Part III ya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H