Gemuruh cakrawala memecah keheningan, di sudut rumah seketika menjadi terang menembus kegelapan oleh kilatan cahaya langit, kemudian menyadarkan lamunan untuk terus menghadapi kenyataan hidup yang perih, perlahan namun pasti kabut tipis turun menyejukkan di sertai rintik hujan meskipun tetap saja tidak membuat jiwa menjadi tenang, hingga kemudian pagi pun menjelang menyingkap gelapnya malam menggugah setiap makhluk di hamparan bumi, langit jingga udara pagi serta mentari menyinari setiap kehidupan di bumi, meskipun gelisah dalam batin hampir saja memadamkan harapan yang di bangun dengan derai air mata.Â
Pagi itu, hantarkan manusia pada rutinitas untuk menggenapi hidup dengan pertukaran peluh dan air mata dimana seluruh mahkluk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan garis takdirNya.
Di sudut desa, di dalam rumah tua yang telah usang serta kumuh terdapat lelaki yang juga mempunyai kesempatan yang sama dalam menyambut pagi, namun sepertinya tidak bahagia, meskipun mata serta langkahnya lunglai tak berarah, sedangkan beban di pundaknya seakan hampir mengoyakkan mimpi serta asanya.Â
Tentang keteguhan dan keyakinan.Â
Tentang cinta kasih dan harapan di dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H