Semua orang adalah pemikir politik. Entah mereka sadari atau tidak, manusia menggunakan berbagai ide dan konsep politik kapan pun mereka mengekspresikan opini atau mengutarakan pikiran mereka. Bahasa sehari-hari dipenuhi dengan banyak istilah seperti "kebebasan", "keterbukaan", "kesetaraan", "keadilan", dan "hak". Dengan cara yang sama, kata-kata "konservatif", "liberal", "sosialis", "komunis" dan "fasis" digunakan secara lazim oleh orang-orang entah untuk menggambarkan pandangannya sendiri atau menjelaskan pandangan orang lain.
Tidak semua pemikir politik menerima gagasan bahwa ide dan ideologi sangat penting. Politik kadang dilihat tidak lebih daripada perjuangan yang lugas untuk memperoleh kekuasaan. Jika hal ini benar, maka ide-ide politik tidak lebih dari sekedar propaganda, sebentuk kata atau kumpulan slogan yang dirancang untuk memenangkan suara atau menarik dukungan publik. Berbagai ide dan ideologi pada titik ini, kalau begitu hanyalah "tirai jendela" yang digunakan untuk menyembunyikan realitas-realitas politik yang lebih dalam.
Pandangan seperti ini jelas didukung oleh behaviorisme, sebuah mahzab psikologi yang menyakini manusia tidak lebih dari mesin biologis, dikondisikan untuk bertindak atau lebih tepatnya bereaksi terhadap stimulus eksternal. Subjek yang berpikir bersama dengan ide-idenya, nilai-nilai, perasaan-perasaan dan niat secara kolektif.
Ideologi itu menandai keyakinan maupun doktrin yang dogma-dogmanya melampaui jangkauan kritik atau selubung penutup dari kepentingan individu maupun kelompok tertentu.
Menurut Marx, Ideologi secara harfiah telah mendasari ide-ide "penguasaan" dari zaman ke zaman. Akhirnya, Marx memperlakukan ideologi sebagai fenomena temporer. Ideologi hanya akan terus berlanjut selama sistem kelas yang memunculkannya tetap ada.
Untuk mencapai kekuasaan yang melekat didalamnya satu perangkat berupa regulasi untuk mengatur kontestasi, seringkali digeneralisir dan di intervensi oleh sekelompok oligarki yang gila kekuasaan untuk mengamankan kebijakan yang linear dengan ambisinya, maka tidak heran jika belakangan ini lahir pemimpin-pemimpin yang korup serta miskin ide dan gagasan untuk mengatasi segala bentuk persoalan yang terjadi ditengah masyarakat. padahal pemimpin atau dominion-dominion hanya punya kesempatan satu kali untuk merebut hati para rakyatnya, entah dengan membangun kesan atupun membangun sebuah ketakutan ditengah-tengah rakyat, dengan melakukan intimidasi, terror serta yang paling keji ialah menghilangkan lawan politiknya jika tidak mau kompromi, konsep politik kekuasaan Niccolo menandakan ksatria para penguasa, meskipun kebaikan soal perspektif saja, namun justru yang lebih menjijikan ketika lahirnya pemimpin hipokrit yang sangat oportunis, pemimpin seperti ini punya kecenderungan pengecut yang terus merongrong dari dalam.
Adapun demikian sudah saatnya kaum muda serta kamu proletar ambil sikap, bahwa di sini kita akan taklukan kekalahan-kekalahan yang tidak pernah mereka menangkan. Prinsip-prinsip bernegara dengan menjadikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai tolok ukur harus terpatri kuat didalam sanubari segenap anak bangsa, untuk menggenapi cita-cita bangsa dalam mencapai negara yang berdaulat serta menumbuhkan jiwa nasionalis secara universal dan memelihara kehidupan berbangsa agar hati nurani tidak pernah mati.
kita bisa belajar kepada Soe Hok Gie terkait pemahamannya tentang sejarah, politik, ekonomi itu diuji di masa remaja ketika Indonesia berada dalam masa paling kritis, paling gelap, dan paling mencekam sepanjang sejarah republik ini didirikan. Pada saat itulah dia memenuhi panggilannya sebagai seorang intelektual muda dengan menulis kritik keras terhadap pemerintah dan membangun bibit-bibit kesadaran demokrasi agar setiap lapisan masyarakat Indonesia juga memahami masalah di negaranya sehingga kelak ikut terlibat dalam menentukan arah hidup bangsa ini. Dewasa ini kita sebagai generasi muda harus mempunyai sikap jelas dalam menentukan arah bangsa, tidak boleh lagi berdiri ditengah, tidak boleh lagi bicara netralitas ataupun apatis terhadap segala persoalan bangsa, karena sesungguhnya kalianlah pewaris yang sah bangsa dan negara ini. kita harus punya keberanian untuk memandang ke depan terkait pertarungan ide serta gagasan untuk kesejahteraan masyarakat secara luas. Jangan sampai negara ini dikuasi oleh pemimpin-pemimpin yang culas serta rakus yang terus memakan bangsanya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H