Mohon tunggu...
Beng beng Sugiono
Beng beng Sugiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

La Historia, Me Absolvera. Menulis/Traveling/NaikGunung/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedaulatan dan Kemerdekaan serta Penghianatan

14 Desember 2022   22:19 Diperbarui: 14 Desember 2022   22:25 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat dinamika dan sejarah panjang proses tumbuhnya suatu bangsa merdeka yang dalam perjalanannya sangat erat kaitannya dengan pelbagai penghianatan yang dilakukan oleh segelintir anak bangsa dari masa ke masa, entah itu tentang kekuasaan, ataupun dalam konteks ekonomi serta politik, dalam proses berjalannya roda kepemerintahan suatu negara. Meskipun sumpah terhadap jabatan menjadi sesuatu ritual yang sakral untuk menjalani tugas dan wewenang dalam membangun kebijakan untuk mensejahterahkan segenap anak bangsa seringkali di khianati oleh perilaku kotor segelintir orang yang bermental penjilat yang sangat merugikan tanah air yang kita cintai ini.

Ketika suatu negara yang didalamnya sudah dipengaruhi oleh kepentingan diri sendiri, yang kemudian merasuk serta melebur ke dalam kekuasaan dan kemudian menghegemoni suatu pemerintahan atas satu negara, maka pastikan saja tidak akan membawa bangsa tersebut akan menjadi lebih baik, Indonesia telah lama dikuasai oleh orang-orang yang memelas ketika ditindas, namun memeras ketika diberi kekuasaan, orang-orang seperti inilah yang menjadi parasit bangsa dan terus menjerumuskan negara ini kedalam kubangan-kubangan kotor, serta membawa petaka untuk negara ini. dalam buku Niccolo Machiavelli yang ditulis pada tahun 1513 menyatakan bahwa seorang pemimpin hanya diberi dua pilihan dalam menjalankan kekuasaannya, pertama ialah membangun kesan dimata rakyatnya dan yang kedua ialah ditakuti rakyatnya. dan para penguasa rakus biasanya lebih memilih untuk ditakuti rakyatnya, alasannya adalah, manusia tidak segan-segan (lebih) membela orang yang mereka takuti dibanding yang mereka cintai. karena cinta di ikat oleh rantai kewajiban, pada saat manusia telah mendapatkan apa yang di inginkannya, rantai tersebut akan putus, sebaliknya ketika rasa takut sudah ditanam didalam hati maka sangat kecil kemungkinannya untuk gagal.

Kekuasaan yang kotor punya kecenderungan dalam merumuskan strategi dalam mempengaruhi psikologis manusia untuk menjadi ketakutan agar kemudian mudah untuk dikendalikan, dan Indonesia pernah melewati masa-masa seperti ini, partisipasi rakyat dikebiri, bicara lantang dituduh subversif serta intelektual-intelektual yang tidak bebas untuk menyatakan gagasan serta ide-ide besar untuk berkontribusi dalam menentukan nasib bangsanya sendiri, Argumentasi seringkali dibalas dengan sentimen yang berakibat pada keselamatan jiwanya, perdebatan-perdebatan metodelogis pun seakan menjadi aktivitas yang sakral yang sembunyi-sembunyi, karena tidak banyak orang berani bicara. saling curiga satu sama lain terpatri kuat dimasing-masing individu sebagai bentuk kewaspadaan ditengah terror dan penghianatan. situasi dan kondisi seperti ini sengaja diciptakan oleh kekuasaan yang kotor dan diktator untuk membuat setiap manusia menjadi ketakutan. hanya sedikit orang yang berani menyatakan ketidakadilan meskipun nyawa menjadi taruhannya. dan intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian (Gie).

Arief Budiman pernah berkata dalam pengantar buku Soe Hok Gie, bahwa ketidakadilan bisa merajalela, tapi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang, mereka tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang masih memiliki kemerdekaan untuk berkata "Ya" atau "Tidak", meskipun cuma di dalam hatinya.

Ketika kondisi suatu negara telah dikuasi oleh perilaku korup maka kaum intelegensia sudah seharusnya memenuhi panggilan kemanusiaan untuk menyelematkan bangsa ini dari keterpurukan, kaum intelegensia yang mampu berpikir taktis dan strategis guna merumuskan gagasan-gagasan besar dalam menggenapi arah perjuangan bangsa yang semakin hari semakin tertinggal jauh tertinggal oleh bangsa-bangsa lain, contoh kasus bangsa jepang, Indonesia lahir ditandai oleh runtuhnya jepang pada perang di dunia II, namun bangsa jepang hari ini mampu mengejar ketertinggalan dan mampu menunjukan kepada bangsa-bangsa lain, bahwa jepang mampu bangkit dari keterpurukan, lantas apa kabar Indonesia?. kita harus optimis dalam mengejar ketertinggalan, bangsa ini harus berani melawan kekuasaan yang tidak berpihak pada nilai-nilai luhur kemanusiaan, koruptor-koruptor yang merongrong bangsa ini harus diberikan hukuman yang setimpal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Degradasi Moral

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun