Mohon tunggu...
Beng beng Sugiono
Beng beng Sugiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

La Historia, Me Absolvera. Menulis/Traveling/NaikGunung/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Moralitas yang Tergerus oleh Realitas

12 Desember 2022   10:55 Diperbarui: 12 Desember 2022   11:59 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://artikula.id/godlief/korupsi-berjamaah/ 

Sebulan berlalu telah terlewati dan di bulan desember ini saya sangat malas sekali untuk menulis, dinamika politik dan sosial, serta terjadinya krisis moral yang justru terjadi di ruang lingkup sendiri membuat saya semakin tidak bernafsu untuk membuat ulasan atau pandangan-pandangan politik terhadap situasi belakangan ini, teman-teman sudah mulai banyak yang berubah dan mulai pragmatis, mula-mula mereka begitu baik hati dan saya berfikir mungkin inilah segelintir orang-orang baik yang tersisa di republik ini, asumsi saya terkait ini ternyata salah, mula-mula saya kenali mereka berhati lembut yang mau meletakan ego untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan untuk mencapai harapan bersama dengan gagasan serta konsepsi terhadap kesejahteraan rakyat yang hakiki seperti yang sudah kita rumuskan, dahulu saya kenali mereka dengan tulus mau berkorban untuk kepentingan orang banyak, mau berperang menentang ketidakadilan meskipun hanya bersenjatakan kata-kata, bahwa segenap jiwa raga untuk orang-orang yang mengalami ketidakadilan, kami sering digaris depan untuk melawan itu semua, walaupun pada kenyataannya tidak sedikit dari kami harus menyerah pada satu keadaan yang memaksa satu diantara kami harus menggadaikan idealisme hanya untuk kepentingan pribadi hingga kemudian berkhianat pada kesepakatan yang menjadi tujuan hidup.

Kata-kata Soe Hok Gie, bahwa lebih baik diasingkan daripada harus menyerah pada kemunafikan nampaknya menjadi pilihan yang lebih baik ketimbang harus terjerembab pada suatu ruang yang sudah tidak lagi berpegang teguh pada nilai-nilai yang dahulu di cita-citakan bersama. Tan Malaka berpendapat bahwa idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda, dan pendapat tersebut akan berusaha saya manifestasikan untuk bangsa dan negara ini.    

Melihat persoalan di atas saya jadi ingat tentang sejarah bangsa ini yang pernah melewati masa-masa sulit terhadap pemerasan dan penjajahan yang di alami oleh bangsa Indonesia sewaktu membangun jalan di pulau jawa pada dekade 1800an, terutama pada era daendels. kalau dilihat dari sejarah yang  sering kita dengar dari guru-guru sekolah sewaktu dulu, sejarah bangsa yang banyak menceritakan penderitaan rakyat serta kekejaman kolonialis belanda terhadap bangsa Indonesia dalam menjalankan roda  pemerintahannya, juga sangat erat kaitannya dengan perampasan hak dan perilaku perbudakan yang di alami oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Namun seiring berjalannya waktu sejarah kelam tersebut mulai tersingkap oleh beberapa analisa sejarawan yang belakangan sering di ulas dan diberitakan di platform media sosial cukup membuat saya tersentak dengan fakta kronologi atas daendels dalam membangun jalan dari anyer ke panarukan yang ternyata daendels membayar upah pekerja secara layak, namun dikorupsi oleh bupati-bupati dimasa itu. lagi-lagi dikorupsi oleh bangsanya sendiri. Argumentasi serta analisa demikian cukup melegitimasi bahwa dalam sejarahnya bangsa kita justru lebih kejam dari bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia, dan perilaku seperti itu sampai saat ini masih tumbuh subur dan sedemikian massif masuk ke sendi-sendi pemerintahan, ironis memang namun faktanya demikian.

Soe Hok Gie berkata dalam bukunya bahwa "Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan, sejarah tidak ada?  apakah tanpa kesedihan, tanpa penghianatan sejarah tidak akan lahir? seolah-olah bila kita membagi sejarah maka yang kita jumpai hanya penghianatan. Seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup atasnya. Ya, betapa tragisnya hidup adalah penderitaan". dan kata-kata Gie masih relevan dengan realitas yang ada saat ini, disaat negara-nagara lain sibuk membangun peradaban bangsanya, kita justru masih berkutat pada persoalan-persoalan bangsa yang korup dan menghisap.

Mula-mula saya tidak percaya terhadap sejarah buruk suatu bangsa yang akan diwarisi oleh generasi selanjutnya, namun realitasnya masih ada saja segelintir orang yang punya kuasa kerap menghisap dan memperalat bangsanya sendiri demi meraup keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya. kemiskinan dan penderitaan masih menjadi fakta sosial yang tak lekang oleh waktu dan masalah kesenjangan ekonomi seakan menjadi hukum sosial.

Namun saya masih tetap optimis bahwa kelak dikemudian hari lahir manusia-manusia yang merelakan dirinya demi memperjuangkan masa depan rakyatnya secara tulus, Karena setiap zaman akan mencetak generasi emasnya dan setiap waktu akan bertemu massanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun