Mohon tunggu...
Beng beng Sugiono
Beng beng Sugiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

La Historia, Me Absolvera. Menulis/Traveling/NaikGunung/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manusia-Manusia Hipokrit

9 Desember 2022   10:10 Diperbarui: 9 Desember 2022   17:34 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaum oportunis kian tumbuh subur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kian massif merangsek masuk kedalam aktifitas ekonomi masyarakat yang semakin hari semakin sulit serta terjepit oleh perekonomian yang juga tak kalah mencekik, tidak sedikit dari mereka yang bergerak secara individu, dan tidak sedikit juga bergerombol dengan meneriakkan slogan yang membius kalangan rakyat jelata serta kemudian membangun opini untuk mendapat empati dari masyarakat luas melalui propaganda media serta keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan, padahal sejatinya masyarakat di tekan serta dirampas hak-haknya itu sendiri. dalam beberapa kasus terkait program pemerintah seringkali masyarakat dijadikan objek politik untuk memenuhi syahwat politik dan ekonomi kelompok tertentu dalam menyalurkan program bantuan dari pemerintah untuk kepentingan golongannya maupun individu tertentu, padahal program tersebut sejatinya adalah uang yang diperoleh dari seluruh rakyat yang kemudian pemerintah kelola dengan tujuan mensejahterkan masyarakat. individu-individu yang punya kecenderungan pemeras bisa dengan bebas mendapatkan akses untuk mendistribusikan program tersebut, kemudian mengambil manfaat secara politik serta keuntungan materil dari program yang diberikan ke masyarakat dengan dalih bagian dari kerjasama, padahal  mereka sedang memeras keringat serta jerih payah rakyat jelata atau penerima program pemerintah tersebut, perilaku korup seperti inilah yang kemudian bisa merusak moralitas dalam berbangsa dan negara, sejarah bangsa yang dihiasi oleh penghianatan serta pemerasan akhirnya merembes dan sampai pada generasi saat ini dan membentuk manusia-manusia hipokrit yang kian lahap memakan keringat bangsanya sendiri.

Dan memang bahwa sejarah peradaban bangsa Indonesia ini tidak lepas atau selalu saja di hiasi dengan sejarah penindasan, pemerasan serta penghianatan dari masa ke masa, dimulai dari era kerajaan, era kemerdekaan bangsa Indonesia sampai ke era modern saat ini dan kemudian meninggalkan luka yang mendalam hingga menjadi dendam yang tidak berkesudahan, sejarah tentang pemerasan dan penghianatan seakan tak lekang oleh waktu dan terus menjadi bagian yang tak terlepaskan dari sejarah ummat manusia, peristiwa tentang sejarah kelam itu seakan menjadi warisan yang tidak mungkin bisa di hindari, bahkan Soe Hok Gie pun berkata melalui catatan hariannya bahwa "Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan, sejarah tidak ada? apakah tanpa kesedihan, tanpa penghianatan sejarah tidak akan lahir? seolah-olah bila kita membagi sejarah maka yang kita jumpai hanya penghianatan. Seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup atasnya. Ya, betapa tragisnya hidup adalah penderitaan". Kini kita juga tengah melihat dan merasakan betapa para pengkhianat terhadap bangsa mereka sendiri dilakukan tanpa rasa malu. Tak harus diartikan berkhianat hanya dalam perang fisik. Koruptor itulah para pengkhianat bangsa yang amat berbahaya, dan kalau menurut saya penghianatan koruptor terhadap bangsa dan negara ini sedemikian massif dan sistematis yang mengakibatkan kerusakan yang begitu besar, baik secara ekonomi maupun secara moral.

Saya menyebutnya sebagai kejahatan yang terstruktur dan massif,  ini akan terus membudaya di kalangan elit politik serta kaki tangan elit partai yang tidak mempunyai nurani untuk bangsanya sendiri, kata lain dari penghianatan dan pemerasan era modern ini adalah korupsi yang merajalela serta dilakukan dengan sadar hingga tidak ada rasa malu sedikitpun di hati para pembual-pembual bangsa ini,  dan dalam kehidupan kita seakan hari-harinya negara pun menjejali rakyatnya dengan informasi melalui media pertelevisian serta platform digital lainya yang menurut saya sangat amoral yang berimplikasi pada tumbuh kembang generasi selanjutnya tanpa ada upaya kontrol yang berupaya melindungi rakyatnya untuk mendapatkan akses yang sehat dalam mensuplai asupan otak agar tertanam rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan bangsa ini ke depan, kemudian informasi terkait pejabat yang semakin buas memakan uang rakyat ataupun kaki tangannya yang mendapatkan hukuman ringan tersebut justru sangat melukai hati masyarakat yang mendambakan Indonesia bisa lepas dari perilaku-perilaku korup, negara sepertinya tidak punya nyali untuk memberantas perilaku para pejabat negara korup yang secara nyata merusak stabilitas serta kedaulatan negara ini, negara sepertinya kalah dalam melawan serta memberangus para koruptor yang menjadi penghianat bangsa ini. Kita harusnya malu pada para pendahulu kita yang berjuang dengan segenap jiwa dan raganya untuk lepas dari cengkraman bangsa kolonialis yang menghisap serta merampas hak-hak rakyat, mereka berjuang habis-habisan demi tegaknya kedaulatan bangsa ini, hingga kemudian bisa sejajar dan dihormati serta dihargai oleh bangsa-bangsa lainnya.

Bangsa ini tidak bisa mencapai titik klimaks dalam mensejahterahkan rakyatnya ketika kekuasaan dipelbagai struktur pemerintahan masih di isi oleh manusia-manusia yang hipokrit dan bermental korup yang menghisap hak-hak rakyatnya sendiri, saya membayangkan andai semua manusia sepakat dalam kerangka konsep pemberantasan korupsi agar semua koruptor yang telah berkhianat pada bangsa dan negara ini di hukum mati dengan cara digantung dan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia. tentu ini tidak menjamin bangsa ini bersih dari korupsi, namun setidaknya kita ada upaya kongkrit dalam melindungi segenap tumpah darah dan menjaga kedaulatan bangsa bahwa bangsa Indonesia tidak mentoleransi perbuatan korup yang cenderung merusak bangsa dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun