Mohon tunggu...
Beng beng Sugiono
Beng beng Sugiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

La Historia, Me Absolvera. Menulis/Traveling/NaikGunung/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ironi di Negeri yang Agraris!

21 Oktober 2022   15:25 Diperbarui: 21 Oktober 2022   15:45 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ; https://geotimes.id/opini/petani-dan-ironi-pekerja-informal-pedesaan/ 

Tersohornya Indonesia sebagai negara agraris, dengan suburnya lahan pertanian, membuat profesi petani mempunyai peran penting terhadap peradaban manusia dalam berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara agraris nampaknya hanya sekedar slogan semata karena pada faktanya banyak sekali petani-petani di pelosok Indonesia hanya sekedar menjadi buruh dan masyarakat adat seringkali berkonflik dengan korporasi-korporasi besar yang mendapatkan konsesi lahan yang begitu luas dari pemerintah.

 Lahan-lahan pertanian yang dulu subur kini berubah drastis oleh pelbagai faktor, mulai dari perubahan iklim yang perlahan namun pasti dan pemanasan global juga menjadi masalah yang sudah sangat serius, hingga limbah rumah tangga serta limbah industri yang kerapkali mencemari sungai, sungai yang dipakai oleh petani sebagai dasar kehidupan untuk mengairi sawah-sawah, ladang-ladang di sekitar desa menjadi tidak bersih lagi.

Desa dalam imaji seseorang ialah satu pemukiman yang di isi oleh sekumpulan manusia dengan backgorund alam asri, melekat dengan aktivitas bercocok tanam di sektor pertanian yang hari ini mulai terjadi ada pergeseran karena perubahan jaman, Desa yang dulu tersemat nilai-nilai luhur kemudian peradaban yang sederhana namun sarat akan moral dan adab serta aktivitas alamiah sebagaimana pedesaan dalam bayangan orang diluaran sana, kini sudah jarang sekali kita temui, areal persawahan yang dulu hijau kini tumbuh tembok-tembok pabrik yang menjadi pembatas antara areal pertanian dan industrial, bayangan orang luaran sana tentang pemuda-pemuda desa yang bertani sudah sulit lagi ditemukan, yang biasanya karena beberapa faktor, 

Pertama karena memang tidak punya lahan, Sebab sebagian besar sawah/lahan orang tuanya dijual ke cukong-cukong untuk pembangunan pabrik dengan harga yang fantastis sehingga banyak masyrakat hari ini tidak mempuanyai lahan garapan. Yang kedua ialah masyarakat atau pemuda yang tidak mempunyai lahan dan kesempatan karena tanah yang dimiliki oleh pemerintah biasanya menjadi Hak kelola perusahaan-perusahaan besar,  dan kalaupun ada paling banyak menjadi buruh tani. Ironis memang hidup dinegara yang agraris.

Padahal Bung Karno juga lah yang memberikan sebuah kepanjangan khusus untuk kata 'PETANI', yakni sebagai Penjaga Tatanan Negara Indonesia, yang disampaikan pertama kali pada tahun 1952. Artinya betapa pentingnya pertanian di satu negara hingga di ibaratkan menjadi penyangga sebuah negara yang berdaulat. Namun hari ini banyak kita saksikan konflik lahan dimana-mana dan tidak sedikit memakan korban jiwa.

Tan Malaka pun menulis dalam bukunya "Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali"

Dalam perspektif  kedua tokoh diatas yang sangat berjasa pada bangsa dan negara ini pun menaruh rasa hormat kepada petani. Karena menjaga kedaulatan pangan juga termasuk dalam menjaga kedaulatan bangsa.

Negeri kita negeri agraris, dan banyak petani yang tidak mempunyai kesempatan untuk bercocok tanam, lahan mereka tergerus oleh bangunan mewah dan industri, dalam konteks ini negara harus objektif dalam melihat persoalan pangan di beberapa wilayah, termasuk wilayah pemasok pangan untuk kebutuhan nasional. hampir sebagian besar tanah negara dikelola oleh beberapa perusahaan tanpa mengedepankan aspek pemerataan ekonomi disektor pertanian yang kemudian bertolak belakang dengan realitas yang terjadi, justru malah mengesampingkan prinsip-prinsip negara untuk mencapai kedaulatan pangan.

Dikutip dari koran Tempo, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nur Kholis mengemukakan, bahwa jumlah pengaduan konflik lahan dari masyarakat terus meningkat. Pada 2010 kasus konflik lahan berjumlah 1.018 kasus, dua tahun kemudian meningkat menjadi 1.064 kasus.

Dari urian di atas Negara harus hadir untuk mengevaluasi serta mengaudit seluruh perusahan pemegang HGU dari segala Aspek, demi terciptanya stabilitas Ekonomi, Politik dan Hukum.

Jangan sampai para pejuang Indonesia yang dalam memerdekakan bangsa ini menjadi sia-sia, jangan sampai pula kita tidak bisa berdaulat dinegeri sendiri. Jangan biarkan bangsa ini lemah terhadap kesewenang-wenangan, lemah terhadap mafia tanah yang terus menggerus ruang hidup petani, negara harus hadir ditengah-tengah masyarakat dan mennjukan keberpihakannya pada petani tradisonal dan masyarakat adat agar tercapainya harmonisasi dan keselarasan dalam menjaga tanah air ini untuk tetap tumbuh baik dan masyarakatnya sejahtera.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun