Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai aksi "Gejayan Memanggil Lagi" merupakan hal yang biasa. Aksi tersebut digelar oleh mahasiswa dan elemen masyarakat sipil untuk menolak omnibus law RUU Cipta Kerja (9/3/2020).
Pernyataan itu ada benarnya karena dalam demokrasi era kekinian menyampaikan aspirasi tentu tidak hanya dilakukan melalui aksi jalanan semata. Lagipula publik tidak begitu merespon aksi jalanan. Dikarenakan biasanya aksi jalanan seringkali menggangu ketertiban bagi yang sedang berkendara. Dengan demikian aksi protes yang dilakukan kemarin sebagai aksi biasa dan sebagai bentuk ungkapan aspirasi mahasiswa.
Akan tetapi bisa dikatakan aksi luar biasa bila aksi tersebut berpindah ke wilayah online. Sebab, di era digital aksi jalanan bisa diganti dengan aksi melalui media sosial. Salah satunya adalah menaikkan tagar menjadi trending topik Twitter.
Akan tetapi aksi melalui tagar di Trending Topik tentu tidak sekedar hanya aksi mengungkapkan emosi semata saja. Tapi aksi digital tersebut juga harus memberikan argumentasi yang konstruktif dalam setiap cuitan yang ditampilkan. Dengan begitu masyarakat akan semakin tercerahkan dengan cuitan yang bisa memberikan masukan bagi perumusan sebuah RUU Cipta Kerja.
Sebab tentu tidak elok bila kita harus menolak mentah-mentah RUU Cipta Kerja tersebut. Dikarenakan era digitalisasi tentu dibutuhkan perangkat regulasi yang bisa lebih felektibel dan tidak tumpang tindih. Nah RUU Cipta Kerja inilah salah satu aturan hukum yang bisa mewadai antara semua simpul baik dalam konteks ketenagakerjaan, ekonomi rakyat hingga perpajakan.
Mari mulai sekarang kita berikan masukan kepada pemerintah dan pengambil keputusan mengenai RUU Cipta Kerja yang bisa sesuai aspirasi dengan memanfaatkan media sosial kita maisng-masing. Bukan dengan mentah-mentah untuk menolaknya tanpa ada masukan berarti bagi kemajuan bangsa kedepan.
Jadi yang diperlukan saat ini adalah, bila kita ingin Indonesia lebih maju tentu aturan hukum harus juga mengikuti tren saat ini salah satunya adalah membangun aturan hukum yang fleksibel dan sederhana seperti yang ada dalam RUU Cipta Kerja.
Soal apakah isi draf RUU adil atau tidak aspiratif itu soal lain. Artinya agar bisa diterima oleh semua elemen publik tentu diperlukan masukan dari semua pihak termasuk mahasiswa dalam mengemas RUU Cipta Kerja agar bisa aspiratif dan diterima oleh semua simpul masyarakat sipil. Â
Ayok ditunggu partisipasinya dari mahasiswa dan semua simpul buruh yang ada di Indonesia, agar RUU Cipta Kerja dapat menjadi rumusan regulasi kekinian yang aspiratif pula. Sehingga dengan begitu masyarakat bisa menjadikan perumusan RUU Cipta Kerja ini sebagai bagian dari pendidikan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H