Mohon tunggu...
aa
aa Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Ternyata) "Bau Hujan" Itu Memang Ada!

2 November 2011   10:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:09 3071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya suka sekali dengan 'bau hujan', yaitu aroma yang khas yang bisa kita rasakan apabila hujan sedang turun. Karena hal ini saya dari kecil paling senang main hujan, sampai sudah tidak terhitung lagi berapa kali saya dimarahi ibu saya karena pulang ke rumah dengan pakaian basah kuyup. Ketika saya mulai memiliki hobby mendaki gunung di waktu saya masih SMA, kecintaan saya dengan aroma hujan yang khas ini semakin menjadi. Aroma hujan yang sangat kuat terasa ketika hujan deras di tengah gunung membuat saya benar-benar seperti sedang menghirup suatu ecstacy yang memabukkan. Rekan-rekan saya sampai kesal karena saya selalu berdoa agar hujan turun setiap kali kami naik gunung, doa yang mereka tahu akan menyusahkan mereka dengan lumpur dan hawa dingin apabila sampai dikabulkan. Hehehe. Kesukaan saya ini sudah sering saya sampaikan ke orang-orang di sekeliling saya. Bahkan pada saat saya bekerja sebagai penyiar radio di masa kuliah, saya sering sekali mengkampanyekan kepada para pendengar saya untuk turut pergi bermain hujan di kala hujan sedang turun dan menikmati wangi hujan kesukaan saya itu. Yang membuat saya heran, setiap kali saya menjelaskan tentang kecintaan saya akan 'bau hujan' ini orang-orang sering kali tertawa dan kadang bingung. Mereka sebagian besar tidak percaya bahwa hujan memang memiliki aroma yang khas, dan mereka seringkali mengatakan bahwa semua itu hanyalah khayalan atau karangan saya saja (meskipun banyak juga orang yang setuju dengan saya dan mengakui kalau mereka juga menyukai aroma khas hujan ini). Respon yang sangat kejam, padahal secara ilmiah, aroma hujan itu diakui dan dapat dijelaskan asal-usulnya! Secara ilmiah, aroma khas yang muncul pada saat hujan disebut sebagai 'Petrichor'. Terminologi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu 'Petra' yang berarti batu, dan 'Ichor' yang merupakan penyebutan bagi 'darah' atau cairan yang mengalir di dalam urat nadi para Dewa-Dewa Yunani. Terminologi ini pertama kali diperkenalkan oleh sepasang peneliti dari Australia, Bear dan Thomas, dalam jurnal ilmiah bernama 'Nature' pada tahun 1964. Menurut kedua peneliti itu, aroma Petrichor berasal dari minyak yang dikeluarkan oleh beberapa jenis tanaman tertentu pada saat kondisi kering yang kemudian diserap oleh tanah dan bebatuan. Pada saat hujan turun, air membuat tanah dan bebatuan melepaskan senyawa minyak tersebut, bersamaan dengan pelepasan aroma/senyawa 'Geosmin' yang merupakan aroma khas tanah, sehingga menciptakan suatu aroma yang khas, yang saya sebut tadi sebagai 'bau hujan'. Dulu, sebelum saya mengetahui fakta-fakta di atas, setiap kali saya mendapatkan tertawaan ataupun respon-respon negatif lainnya setelah saya menceritakan kecintaan saya akan aroma hujan, yang menjadi alasan terbesar saya sering sekali bermain-main di tengah hujan bahkan ketika saya sudah menjadi mahasiswa, saya hanya bisa cemberut dan bertahan dengan pendirian saya bahwa 'bau hujan' itu memang ada. Namun, setelah saya mengetahui bahwa hal tersebut ternyata telah diakui dan dapat ditelusuri secara ilmiah, saya malah senang kalau ada orang yang mengejek atau menertawakan saya ketika saya sedang membaui hujan atau sedang menceritakan kecintaan saya akan aroma hujan itu. Kalau bertemu dengan orang yang seperti itu, saya malah sekarang mendapatkan kesempatan untuk jadi orang yang 'pintar' (yang mungkin merupakan kesempatan langka yang jarang sekali terjadi) dan kemudian memulai khotbah saya tentang eksistensi dan bukti ilmiah adanya aroma hujan yang khas. Mudah-mudahan artikel ini bisa membantu rekan-rekan Kompasioner yang mungkin ada juga yang suka sekali dengan bau hujan (dan mungkin sering diledekin oleh teman-temannya, seperti saya), untuk bisa menjelaskan kepada teman-teman anda itu bahwa kita ini tidak menghayal dan 'bau hujan' itu memang ada! Saya terinspirasi untuk menulis artikel ini sebenarnya karena sudah beberapa ini Jakarta hampir setiap hari diguyur hujan lebat. Sayangnya, sekarang ini setiap kali hujan turun saya sudah tidak bisa lagi dengan bebas bermain hujan dan menikmati aroma petrichor sesuka hati saya seperti dulu. Saya hanya bisa melihat titik-titik hujan yang membasahi tanah dari kejauhan di ketinggian dibalik jendela kantor saya. Setiap kali hujan turun, saya hanya bisa berangan-angan, mengingat kembali masa-masa saya bisa menikmati aroma hujan yang sedemikian kuat menusuk hidung di tengah gunung Salak, sambil berharap, suatu waktu nanti bisa merasakan hal itu lagi. Yah, mungkin suatu waktu nanti..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun