Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Editor - Yang penting menulis. Dah gitu aja

Yang penting menulis. Dah gitu aja

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sepak Bola Gajah Berjilid

14 Juli 2022   10:32 Diperbarui: 14 Juli 2022   10:42 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali ke soal mendarah dan mendaging. Olahragawan darah dagingnya adalah sportivitas, Kalau ada olahragawan yang nggak sportif berarti dia "mualaf" olahraga. Manajer dan pelatih timnas U-19 Thaliand dan Vietnam bisa saja menyuruh anak buahnya main sepak bola gajah demi masuk semi final piala AFF,  menyingkirkan Timnas Indonesia U-19.

Pemain bola remaja ini sudah dari kecil belajar main bola. Dalam darahnya sudah mengalir sportivitas. Nafasnya adalah kemanangan bukan jadi pecundang. Atas nama sportivitas pula meraka harus tunduk pada manajer dan pelatih. Kalau Boss nyuruh seri ya seri, kalau boss nyuruh kalah ya ngalah lah.

Bisa dibayangkan kaya apa konflik batin para pemain muda ini. Pertempuran hebat antara mental sportivitas dengan mental pecundang. Mereka bisa saja mengamankan sesuai keinginan manajer dan pelatih, tapi mental mereka sudah kadung robek.

Walhasil Thailand digasak Laos, Vietnam ditendang Malaysia sampai kelenger. Padahal boleh dibilang permainan Vietnam masih di atas Malaysia. Kalau Thailand tahun memang performnya menurun. Sewaktu lawan Indonesia kalau bukan karena Marselino Ferdinan cedera di tengah laga, bakal kalah mereka. Anak-anak Garuda Muda yang awalnya menguasai pertandingan, sepeninggalan Marselino kaya kehilangan pegangan.

Lebih dua puluh tahun lalu, tepatnya tahun 1998. Waktu itu Piala AFF masih bernama Piala Tiger. Indonesia juga melakukan hal yang sama. Manajer dan pelatih menginstruksikan bermain sepak bola gajah. Gajahnya dungu pula.

Mau memang kek mau kalah kek, Indonesia dan Thailand yang berada dalam satu group sudah pasti lolos ke semifinal. Cuma soalnya, siapa yang menang maka akan jadi juara group. Jadi juara group bukan senang malah bikin ngeri, soalnya bakal ketemu Vietnam yang waktu itu jadi tuan rumah. Kalah akan bertemu Singapura yang jadi juara group.

Demi menghindari ketemu Vietnam, pemain dinstruksikan kalah. Kurang dungu gimana coba. Jelang akhir laga, skor 2-2. Manajer dan pelatih Timnas Indonesia nampak gelisah di pinggir lapangan. Mursyid Effendi bek tangguh timnas membaca pesan kegelisahan itu, di akhir laga entah kesal atau gimana, dia tanpa ragu mendang bola ke gawang sendiri. Indonesia kalah 2-3.

Ini sih bukan konflik batin lagi. Mental mereka sudah hancur lebur. Dimaki-maki penggemar sepakbola seasia. Mursyid Effendi dihukum oleh FIFA tidak boleh main di turnamen internasional. Walhasil, nasibnya sama kaya Thailand dan Vietnam. Indonesia gugur didepak Singapura, Thailand mental ditendang Vietnam.

Dua contoh itu kayanya pengurus dan pelatih sepak bola ASEAN nggak bakal kapok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun