Ada yang bilang, kebenaran itu tidak tunggal. Kebenaran berwujud seribu wajah. Siapa saja bisa memilih salah satu atau salah dua wajah kebenaran, dan menyembunyikan wajah yang lain. Seperti layaknya para kasmaraners yang menyembunyikan fakta bahwa banyak cewek lebih cantik, atau cowok tak kalah gantengnya dari kekasih yang dipujanya bagai putri atau pangeran yang hanya diciptakan Tuhan untuknya seorang saja.
Tapi ketika suatu saat, mahluk langka yang bernama kebenaran tunggal muncul, tidak sedikit yang berpura-pura tidak melihat. Atau bisa jadi melihat di sela-sela lima jari yang ditempelkan di wajahnya. Penyebabnya tentu saja kebenaran itu dimunculkan lewat orang yang selama ini sudah dianggap musuh bebuyutan.
Tersebutlah dua nama yang selama ini dianggap sebagai musuh laten Ahokers. Fadli Zon dan JJ Rizal. Nama pertama adalah sejarawan juga politikus yang tentu saja wajar punya banyak musuh politik. Orang kedua sejarawan yang mestinya musuhnya adalah sejarah itu sendiri, tapi karena kerap mengeritik kebijakan Ahok, dia masuk dalam daftar hitam Ahokers saat Ahok meragukan JJ Rizal pernah makan bangku sekolahan, seolah Ahok lebih tahu sejarah sejarawan yang gemar pakai topi koboi ini daripada orang tua Rizal atau sohibnya Rizal
Penggusuran Rawajati menjadi berwarna ketika muncul nama Ilyas Karim yang mengaku pengerek pertama bendera merah putih. Karena menyangkut soal nasionalisme, Ilyas Karim yang tinggal di salah satu gubuk di Rawajati dijadikan striker untuk menyerang Ahok, dengan coach handal Jonru. Babak pertama pertahanan Ahokers dibuat kalang kabut oleh serangan striker handal ini.
Saat veteran berusia 89 tahun ini terbongkar sebagai bukan pengibar pertama merah putih, Tim Ahok seperti menemukan amunisi baru. Serangan balik membuat tim arahan Jonru kalang kabut campur malu. Striker Tim Ahok di babak kedua tak kepalang tanggung, Fadli Zon dan JJ Rizal.
Tentu saja Fadli dan Rizal tidak sengaja masuk lapangan menjadi striker Ahok. Sebagai sejarawan keduanya memang harus meluruskan sejarah.
Bagi Ahok mungkin pengakuan Pak Ilyas adalah barang baru, tapi bagi sejarawan cuma cerita lama yang diulang. Wikipedia mencatat pengakuan Ilyas Karim pertama kali pada tahun bulan Agustus 2008. Hujan bantahan sejarawan mengguyur pria gaek berkumis putih ini. Walaupun kuyup oleh air bantahan tak menyurutkan Pemda DKI memberikan penghargaan sebuah apartemen di Kalibata. Entah sebagai pengerek bendera entah sebagai saksi pengerekan bendera. Fadli Zon juga tidak menampik jika mungkin saja Pak Ilyas berada di barisan yang tidak nampak di foto bersjerah pengerakan bendera.
Dengan “pembelaan “ Fadli dan Rizal itu apakah barisan Ahokers mengapresiasi pelurusan sejarah itu? Tentu saja tidak. Toh “fatwa” ahok perihal Rizal sebagai sejarawan yang tidak makan bangku sekolahan belum dicabut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H