Sulit membayangkan kalau pemerintah tidak memahami rakyatnya. Tapi itulah faktanya. Wabah covid19 telah menelanjangi pemerintah yang tidak paham sama sekali rakyatnya.
Sebelum pemerintah mengumumkan secara resmi kasus pertama covid19, banyak pihak yang curiga kalau pemerintah menyembunyikan sejumlah fakta tentang covid 19. Tadinya pemerintah pusat pura-pura nggak dengar. Setelah gubernur DKI bikin efek kejut dengan mengumumkan wilayah sebaran penderita covid19, barulah presiden Jokowi mengakui ada  informasi yang sengaja disembunyikan.
Disinilah nampak presiden dan jajarannya sama sekali nggak paham karakter rakyatnya. Supaya rakyat nggak panik, maka sejumlah menteri bikin lelucon covid19. Pecel anti covid19, bisa sembuh sendiri, jahe merah, dan lainnya. Pertanyaannya, apakah rakyat gampang panik? Faktanya, tidak!
Setelah sejumlah kepala daerah meliburkan sekolah, Mendikbud membatalkan UN, di DKI sholat jumat ditunda, Menteri kena covid19, jumlah penderita ratusan, yang meninggal puluhan, maka pemerintah mengimbau agar rakyat lebih baik tinggal di rumah kecuali tentu saja bagi yang beraktivitas karena tugas atau kerja misalnya. Apakah rakyat nurut? Nggak semua nurut.
Masih banyak rakyat yang cuek. Berkumpul hanya untuk iseng-iseng saja. Padahal pemerintah sudah melarang. Bahkan acara apa pun yang bentuknya mengumpulkan masa sudah dilarang. Maka dibutuhkan sejumlah polisi untuk membubarkan kumpulan masa. Bahkan bagi yang ngeyel, polisi telah menyiapkan sanksi hukum! Tapi masih saja ada kerumunan masa. Gubernur Jatim menyebut sebagai warga yang ngeyel!
Apa maknanya? Sebagian rakyat tidak takut virus corona! Padahal ancamannya sudah di depan mata. Kalau dulu sebelum corona sampai di Indonesia, pemerintah mengerahkan buzzer mengerek tagar " kami tidak takut corona," Â itu sama saja menggarami air laut! Pekerjaan sia-sia. Seolah pemerintah nggak paham kalau air laut itu asin.
Jadi kalau pemerintah tidak menyembunyikan fakta corona, boro-boro rakyat panik, lha ancaman yang sudah di depan mata saja rakyat masih ngeyel, perlu sejumlah polisi dengan pengeras suara mengingatkan bahkan sampai membubarkan paksa kerumunan yang masih ngeyel.
Padahal kalau pemerintah mau belajar memahami rakyatnya, cukup dengan mengambil contoh jika terjadi kecelakaan yang mengerikan, rakyat bukannya takut malah datang menonton, mengambil foto, berselfie ria. Begitulah. Jadi siapa bilang rakyat Indonesia gampang panik?
Karena pemerintah tidak memahami rakyatnya maka sekarang yang terjadi kebalikannya. Saat pemerintah minta rakyat "panik," rakyat santuy saja. Ini juga yang tidak dipahami stafsus milenlial bergaji 51 juta perbulan. Minta rakyat menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Padahal tidak ada yang mengutuk kegelapan. Rakyat malah bercengkerama di kegelapan. Begitulah.
-Balyanur