Dulu Kampung Soleram punya moto kampung yang manis. Maksudnya,  kampung yang aman dan istimewa. Sekarang kampung Soleram terkenal  sebagai kampung kemalingan karena seringnya kemalingan
 Walaupun  dikenal sebagai kampung kemalingan, kepala keamanan lingkungan tetap  aman menduduki jabatannya sejak dulu. Dia adalah keturunan jawara.  Kakeknya jawara yang bukan hanya dikenal di Kampung Soleram saja, tapi  juga sampai ke kampung seberang. Bapaknya juga jawara, menjadi kepala  keamanan seumur hidup kampung Soleram. Sekarang menurun ke anaknya.Â
 Sekarang bukan lagi zaman jawara. Kalau dulu, iya. Baru denger nama  jawara saja, maling langsung  ciut dia punya nyali. Sekarang jawara  banyak modelnya. Jawara silat, jawara ngibul, termasuk jawara maling.  Maling punya keahlian indik-indik alias main kucing-kucingan dengan  pihak keamanan.Â
 Kalau misalnya ada empat maling kepergok oleh  kepala keamanan kampung Soleram, nggak sampe lima belis menit maling  maling itu bakal ngejoprak di tanah. Tapi maling punya keahlian yang  tidak dimiliki oleh kepala keamanan. Ya, keahlian kucing-kucingan.
 Segala macam upaya telah dilakukan. Dari mulai menambah anggaran  keamanan alias kenaikan iuran keamanan karena personil keamanan ditambah  lagi 2 orang. Masih tetap kemalingan juga.
Kampung Soleram termasuk  kampung yang tingkat ekonominya di atas rata-rata. Mereka nggak  keberetan ketika keamanan minta lagi naik lagi anggarannya, nambah lagi  keamanan 3 orang. Tetap saja kemalingan. Sisi positifnya, kampung  Soleram mengurangi pengangguran 6 orang untuk dipekerjakan sebagai  tenaga keamanan kampung.
 Padahal di antara personil baru itu ada  satu dua  mantan maling yang mestinya bisa membaca kucing-kucingan ala  maling. Tapi rupanya teknik kucing-kucingan ala maling sudah berkembang  pesat. Teknik yang dulu dipakai oleh mantan maling sudah out of date.
 Tentu saja Pak Erwe menanggung malu , hatinya seperti tersayat  sembilu, dikerjain maling-maling sialan. Untuk mengurangi rasa malunya,  Pak Erwe menghembuskan isu. Keamanan sudah bekerja dengan baik, tapi  kalau ada musuh dalam selimut, ya maling sulit diberantas.
 Pak  Erwe mengistilahkan musuh dalam selimut itu sebagai pro maling alias  mata-mata. Entahlah apakah ada yang pro maling atau tidak, yang pasti  sebagian warga kemakan sama isu yang dilemparkan oleh Pak Erwe. Sebagian  warga mencurigai sebagian lainnya sebagai pro maling.Â
 Pihak  keamanan yang bertanggung jawab soal keamanan bisa bernafas lega. Kalau  ada kemalingan tidak ada lagi yang menyalahkan pihak keamanan, bahkan  warga tidak menyalahkan malingnya, tapi yang disalahkan adalah musuh  dalam selimut, warga yang dituduh pro maling. Tapi sampai sejauh ini  warga hanya bisa saling tuduh baik secara sembunyi maupun  terang-terngan, belum dapat membuktikan apakah benar ada warga yang pro  maling?
 Pak Erwe mengumpulkan warga di gedung pertemuan warga.  Pak Erwe mengutarakan maksudnya. Salah satu cara menanggulangi persoalan  kemalingan yang tidak berujung ini.