Kalau kebetulan ente adalah pedagang yang dagangannya dirampas oleh satpol PP DKI. Kalau kebetulan ente adalah warga yang rumahnya kena gusur satpol DKI, kalau kebetulan ente sekarang lagi termangu-mangu meratapi nasib di atas puing-puing, atau selalu bermimpi dagangannya kembali. Harap besabar sampai ajal menjelang.
Kalau ente membaca atawa melihat ada pedagang nasi di luar wilayah DKI yang dizalimi oleh satpol PP dan sekarang ibu pedagang nasi yang merana itu kebanjiran rezeki nomplok, itu hanya terjadi di luar wilayah DKI. Sekali lagi, di luar wilayah DKI! Paham ente?
Kalau ente berharap senasib dengan ibu di Serang itu yang mendapat rezeki nomplok dari presiden, ente cuma bermimpi. Persoalannya ente berjualan di wilayah DKI, ente tinggal di rumah di wilayah DKI.
Kalau ente pedagang yang nggak kapok dihajar satol PP DKI, kemudian ente berniat jualan lagi dengan harapan saat satpol PP DKI merazia ente akan menangis sejadi-jadinya dengan harapan ada wartawan yang memotret wajah jelek ente sewaktu mewek, para wartawan yang sekarang berdiri di depan membela ibu pedagang nasi di Serang akan membantu ente? Ente salah!
Wartawan berita yang dulu malu bila disandingkan dengan wartawan gosip, faktanya kelakuan kedua jenis wartawan itu nggak jauh beda. Mungkin majah mewek ente akan dimuat semelas mungkin, tapi framing beritanya dibuat sesuai selera penguasa DKI Jakarta. Malah ente yang disalahin, kenapa ente dagang di situ? Kenapa ente dagang, kenapa nggak jadi cleaning servis, kenapa nggak transmigrasi.
Kalau Presiden membantu pedagang yang dizalimi oleh satpol PP di luar wilayah DKI, karena belalangnya bukan di ladang DKI. Lho emangnya DKI ada apa sih kok sampai segitunya? Kaya nggak tahu aje, kura-kura dalam perahu ente....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H