kreasi pribadi via photoshop
Kalau orang kecil seperti saya ngambek, cukup lari ke saung di tengah sawah, rebahan sebentar. Bisa jadi ketiduran, bangun tidur sudah lupa ngambek. Bagi pejabat sekelas walikota Jakarata utara lain lagi caranya. Membuat surat pengunduran diri.
Dalam status yang mengaharukan di fesbuknya dia mengaku kemarahan pimpinan adalah cambuk penyemangat untuk kerja lebih baik. Tapi ketika pimpinannya meyindirnya berkomplot dengan Yusril, rupanya itu bukan dianggap cambuk, tapi tendangan telak ke dadanya hingga sakitnya tuh di sini. Walaupun sang pemimpin mengaku cuma bercanda, pak wali menganggap candaan yang nggak lucu.
Dia juga sadar, berurusan dengan sang pemimpin berarti juga bermusuhan dengan para pemuja sang pemimpin. Kontan hujan bully mengguyurnya hingga kuyup. Dia dianggap calon koruptor yang gagal. Tapi tidak sedikit juga yang menghangatkkanya dengan pujian sebagai walikota yangmememgang teguh prinsip kerja.
Kalau kemarahaan pimpinan dianggap sebagai cambuk penyemangat, kenapa becandaan dianggap bencana? Yusril soalnya! Yusril rupanya sudah jadi hantu baru di kalangan pejabat DKI. Siapa saja yang dianggap berkomplot dengan Yusril, maka dianggap pembawa bencana.
Karena Yusril sering disebut akan maju jadi cagub DKI, maka berarti pejabat DKI yang dekat dengan Cagub DKI dipastikan melawan pimpinan. Itulah kredo dari pimpinan yang konon katanya pernah mendapat pin demokrasi.
Kalau dulu pejabat takut dituduh PKI, maka sekarang pejabat lebih takut dituduh meyusrilkan diri. Pengunduruan diri Walikota Jakarta Utara bisa jadi akan menjadikan trauma baru bagi para pejabat DKI. Jika mislanya para pejabat DKI sedang kumpul di tempat terbuka, Yusril kebetulan lewat, mungkin salah seorang akan bertriak,” Awas, ada Yusriiiiil.” “Kabuuuur.”
Trauma itu bisa dimanfaatkan oleh para istri pejabat DKI. Bagi yang suaminya suka keluyuran malam, istrinya cukup menakuti dengan mengatakan, “ Awas jangan pulang malam lagi, nanti ketemu Yusril baru tahu rasa,kamu! “
26042016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H