Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yang penting masih bisa nulis

yang penting menulis, menulis,menulis. balyanurmd.wordpress.com ceritamargadewa.wordpress.com bbetawi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Perkosa Kata akibat Bahasa Tidak "Aspiratif?"

24 September 2013   09:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:28 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Teringat masa kecil. Jika saya mau bermain bola bersama teman-teman, saya harus ikut iuran membeli bola plastik. Jika tidak, saya cukup bengong saja di pinggir lapangan. Karena uang jajan terbatas, jika bolanya pecah, tidak mesti buru-buru beli bola baru. Cukup disumpel kertas atau kain. Bunyi bola plastik yang kami tendang punya suara khas,”jebret!” Apalagijika sudah disumpal plastik, jebretnya lebih khas.

Masyarakat awam seperti saya dan teman-teman atau orang tua saya walaupun tidak tahu teori bentuk onomatope, peniruan bunyi dalam berbahasa tapi kami “menciptakan” bahasa baru yang tidak ada dalam kamus. Menendang bola dengan keras kami sebut “jebret.” Rupanya warisan leluhur itu bertahan cukup lama hingga masa kecil Valentino si komentator “jebret.” Teringat masa kecilnya, Valentino mengunakan kata itu ketika mengomentari piala AFF U19. Dulu kata itu bagi kami hal yang biasa, tapi sekarang menjadi luar biasa.

Walaupun Kamus Umum Bahasa Indonesia sudah beberapa kali direvisi, tapi bahasa yang diciptakan masyarakat kelas bawah seperti kata”jebret” tidak ada dalam kamus. Saya tidak tahu, kata apa yang digunakan bahasa resmi kita untuk tendangan keras yang emosional. Ada kata yang lebih tepat dari “jebret?”

Jajanan murah yang populer masa kecil adalah “ Es nong nong.” Es krim murah yang dijajakan dengan gerobak dorong, penjualnya tidak harus cape mulut menjajakan, cukup memukul kemong yang mengeluarkan bunyi “ nong nong nong.” Makanya disebut “Es nong nong.” Ada juga yang meyebut es putar karena proses pembutannya dengan diputar secara manual. Tapi “ Es nong nong” lebih populer hingga kini, walaupun penjualnya tidak lagi menggunakan kemong. Jangan harap kata ini ada dalam kamus, padahal es krim dan es nong nong berbeda, baik bentuk, rasa maupun cara membuatnya.

Jadi jangan heran bila persoalan kosa kata ini sampai terjadi perkosa kata oleh Vikcy karena memang KUBI terlalu sombong untuk meilirik bahasa populeryang beredar di masyarakat.

24 September 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun