Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yang penting masih bisa nulis

yang penting menulis, menulis,menulis. balyanurmd.wordpress.com ceritamargadewa.wordpress.com bbetawi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kelas Bunuh Diri

29 Desember 2011   17:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:36 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Termangu aku di depan kuburan Rojak.Kuburan ini sudah seperti sepetak kebun sayur,dipenuhi oleh rumput liar.Kuburan Rojak sama merananya dengan kehidupan almarhum semasa hidup.Tiga tahun lalu Rojak bunuh diri di kamar kosnya yang sempit.Setahun sebelumnya Rojak di PHK,tidak ada lagi satu pun perusahaan yang mau menerimanya.Pemilik kos berkali kali menagih uang sewa, berkali kali Rojak menghindar dengan berbagai cara.Entah protes atau frustasi,pemilik kos mendapatkan Rojak tergantung di kamarnya.

Rojak tidak punya sanak saudara,akulah yang mengurus penguburannya bersama beberapa tetangga yang bersimpati.Waktu itu aku tidak mengerti,kenapa Rojak sampai senekad itu.Sekarang aku baru memahami. Satu setengahtahun yang lalu aku di PHK.Setahun lalu orang tua pacarku meminta aku segera meminang puterinya.Aku minta waktu satu tahun untuk mempersiapkan segala sesuatunya.Tapi nasibku tidak lebih baik dari Rojak semasa hidunya.Berkali kali aku melamar pekerjaan,sebanyak itu pula aku dtolak.Sama seperti Rojak,aku tidak punya sanak suadara,entah dimana mereka.

Sudah dua kali aku ingin bunuh diri seperti Rojak.Tapi mentalku belum siap.Hari ini kali ketiga aku niat bunuh diri.Niatku sudah mantap. Aku datang kemari ingin mengabari Rojak,untuk tetap dalam kuburnya,besok aku menyusul.Tapi melihat kuburan Rojak seperti ini,aku agak sedikit goyah.Hidup sengsara,mati pun merana.

Koran yang sejak tadi melindungi kepalaku dari sengatan matahari kuturunkan perlahan.Aneh rasanya,ingin bunuh diri tapi takut sengatan matahari.Aku duduk.Iseng aku membuka lembaran koran,tidak ada yang aku baca,pikiranku entah melayang kemana.

Tiba-tiba aku tertarik pada sebuah foto dalam koran itu yag sebenarnya sejak tadi aku lihat berkali kali.Foto penguburan mahasiswa yang membakar diri di depan istana sebagai bentuk protes pada penguasa.Beritanya tersebar di beberapa halaman.Halaman muka,halaman dalam, sampai rubrik luar negeri.

Mahsiswa yang bunuh diri itu disanjung,dipuji seperti pahlawan.Organisasi anti kekerasan yang biasanya anti yang berbau kematian,ikut juga menyanjungnya.Para politisi saling berebutan menyampaikan sanjungannya.Salah seorang politisi,seusai penguburan mengatakan,”kita harus lanjutkan perjuangan almarhum ! “ O, rupanya bunuh diri itu satu bentuk perjuangan yang harus diteladani oleh generasi muda.Jadi,bunuh diri ada kelasnya. Bunuh diri di depan istana, kelas pejuang. Bom bunuh diri,kelas ideologi.Rojak,kelas frustasi.

Aku menemukan semangat baru untuk memantapkan niatku bunuh diri.Aku ingin bunuh diri dengan cara elit seperti mahasiswa itu,tidakcara wong cilik seperti Rojak.Dengan semangat baru ini aku mulai kreatif.Aku menemukan istilah baru untuk bunuh diri kelas menengah,bunuh diri kelas sensasi. Aku mulai berpikir,akan membakar diriku di depan rumah calon mertuaku sebagai bentuk protes atas sikapnya yang tidak mau kompromi pada calon menantunya.barangkali kematianku nanti bisa jadi pelajaran bagi orang tua yang mempunyai anak gadis.Mungkin juga aku akan diberi gelar pahlawan oleh para lajang yang sudah lama pacaran,tapi punya uang pas pasan.Aku tambah semangat.banyak pilihan bunuh diri secara elegan,tidak kampungan seperti Rojak.Aku memang pernah mendengar dari ustdaz melalui pengeras suara masjid,bunuh diri merupakan dosa besar.Tapi sejak kecil aku jarang bersentuhan dengan ibadah,jadi nasehat itu seperti angin semilir yang menerpa kupingku.

Matahari senja melukis bayanganku di tanah pekuburan.Rupanya sudah cukup lama aku duduk sendiri disini.Perlahan aku bangkit,bayanganku ikut bergerak.Aku dudk kembali,bayanganku mengikuti.Ada perasaan aneh menyelinap dalam hatiku.Perasaan itu menggumpal,memberi arti pada bayanganku.Hatiku bertanya,”Apa gunanya sanjungan kalau tidak punya bayangan ? “ Kematian tetap saja kematian,apapun caranya.

Aku mulai merasa kasihan pada bayanganku,dialah satu-satunya yang masih setia menemaniku kala suka dan duka.Bagaimana mugkin aku meninggalkannya? Semangat bunuh diriku mulai runtuh satu satu.Matahari tenggelam menelan bayanganku.Besok aku akan bertemu dengan bayanganku di tanah lapang.Aku akan bunuh diri kalau matahari sudah tidak terbit lagi.

Daru,Jambe Desember 2011.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun