Saya bukanlah penggemar hardcore untuk kota/negara yang ber ikon Merlion ini. Hanya karena partners aya belum pernah mengunjungi Singapura maka saya melakukan pemesanan mendadak baik hotel maupun pesawat. Untungnya dia tidak memerlukan visa awal untuk memasuki Singapura dan hanya memerlukan visa on arrival. Jumat siang pukul 13;00 kami meninggalkan Denpasar dengan hanya membawa tas kecil yang sengaja tidak kami masukkan ke bagasi kareena toiletries disediakan di hotel tempat kami menginap. Kebetulan hotel tersebut menajdi favorite saya belakangan ini karena menyediakan coffee machine dikamar hotel (bukan hanya hot water jug) serta L'occitane sebagai bagian dari amenities hotel yang tentu saja meringankan kami dari bebabn membawa peralatan mandi. Sekitar pukul 4 sore kami sudah berada diluar menunggu antrian taxi dan mengambil limousine untuk membawa kami ke hotel. Taxi berharga SDG45.00 kondisinya sangat nyaman. Sang sopirpun tahu untuk tidak sok kenal dan sok dekat berakrab-akrab dengan penumpang. Sehingga perjalana kehotel menjadi lebih nyaman lagi, walau mendung mengancam dan sempat juga beberapa titik terguyur hujan.
Setelah menunjukkan passport kami, penerima tamu mengupgrade kamar kami ke Club Room,setingkat lebih tinggi dari kamar yang kami pesan. Sempurna, dan membuat kami lebih sempurna lagi karena sebotol champagne menunggu kami di meja kamar. Setelah beberapa saat menikmati keberduan kami dikamar yang menawarkan pemandangan ke Marina Singapura serta Singapore flyer (yang kami sangat menyesal tidak dapat memesan dinning karena cabin yang tersedia sudah penuh dipesan jauh sebelumnya) dan berjanji menggantikannya untuk memesan makan malam di The Fullerton, salah satu hotel dengan arsitektural menarik sepanjang Marina untuk malam minggu. Kamipun kemudian tertidur setelah sebotol champagne kami habiskan. Pukul 7:30 malam kami terbangun dan kopi dari mesin tentu sesuatu yang tepat pikir kami. Saya membuat kopi dan green tea buat pasangan saya. mandi adalah sasaran kami selanjutnya dan berniat sekedar menyusuri areal marina yang sangat picturesque tersebut. Cantik, pikir kami. Suara penyanyi di panggung terbuka serta lalu lalang ferry yang disewa penumpang menikmati suasana malam serta deretan tempat makan yang menawarkan ala Singapura dan berharap kesukaan saya chili crab sama enaknya seperti di China Town. Kami pun menyusuri tempat yang menyenangkan untuk sekedar melihat-lihat kesibukan orang. Gerombolan pengambil photo, pelancong yang sesekali terdengar bahasa Indonesia logat Jakarta (lengkap dengan bahasa mutakhir mereka, lu dan gua/gua gajah?) Setelah lumayan lelah berjalan mungkin karena ditambahi dengan tingkat kelembapan udara yang membuat badan saya sedikti lengket oleh ekringat, kami memutuskan untuk duduk disalah satu rumah makan di gedung Theater Esplanade untuk makan malam. Waktu menunjukkan pukul 9 lebih saat kami memesan makanan. Kali ini kami tidak hendak memakan berat, hanya beberapa canapes dan sebotol white wine menemani akhir perjalanan kami di malam pertama. photo milik penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya