Di padang pasir yang jauh,
Sekuntum bunga tumbuh sendirian
Merah, merekah dengan malu-malu
Menikmati indahnya embun pagi
Pagi hari datang,
Sekuntum bunga mendengar langkah kaki mendekat
Ia pun mendongak
Siapa kamu? Tanyanya
Aku, pengembara, jawab si pemilik langkah kaki
Matahari naik semakin tinggi
Sekuntum bunga menyukai hangat yang menyinarinya
Ia tersenyum pada pengembara,
Mau ke mana kamu, setelah ini ? Tanyanya
Pengembara menggeleng
Tidak, aku di sini saja.. Katanya
Hujan rintik turun,
Pengembara melindungi sekuntum bunga dengan tangannya
Aku tak mau engkau basah, katanya
Sekuntum bunga terkejut
Namun entah kenapa, ia merasa aman mendengarnya
Pengembara pun menemani sekuntum bunga
Mereka menyaksikan langit berubah warna,
Merah, hijau, kuning, dan ungu terentang indah
Apakah ini nyata ? Apakah merah yang kulihat adalah merah, pengembara ? Sekuntum bunga bertanya
Pengembara hanya tersenyum
Dan hari-hari pun berjalan
Pengembara masih tetap di sana
Tidakkah kau akan pergi, pengembara ? Bagaimana pun, engkau adalah pengembara.. Tanya sekuntum bunga
Aku tak akan pergi, sekuntum bunga, jawab Pengembara
Sekuntum bunga terkejut
Namun entah kenapa, ia merasa aman mendengarnya
Di hari ketiga, awan gelap mendekat
Dan seketika hujan menderas, angin menyapu tempat itu
Sekuntum bunga tercerabut dari akarnya
Tanpa diketahui pengembara
Terlempar di bawah sebuah ranting tua
Sekuntum bunga menangis
Dunianya terjungkir balik
Kelopaknya mengering
Dan ia harus menerima takdirnya
Di ujung lain padang pasir
Pengembara terdiam
Ia tak lagi melihat sekuntum bunga
Ia tak lagi menemukan apa yang dicarinya
Jadi ia pun pergi
Meneruskan kembaranya mencari pelangi
Hingga di perjalanan nanti, ia akan bertemu bunga-bunga lain
Indah, merekah
Dan sekuntum bunga yang layu pun terlupakan sudah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H