Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang mengalami proses geokimia selama jutaan tahun di bawah kondisi lingkungan tertentu. Proses pembentukan ini dikenal sebagai proses inkolen dan karbonisasi, yang melibatkan perubahan bertahap bahan organik menjadi batubara melalui penimbunan, tekanan, dan panas. Prosesnya dimulai dengan akumulasi tumbuhan di lingkungan rawa-rawa atau delta, di mana sisa-sisa organik terdekomposisi dan membentuk gambut. Ketika lapisan gambut tersebut tertimbun oleh sedimen selama jutaan tahun, tekanan dan suhu di bawah permukaan meningkat, menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Proses ini berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu:
- Gambut. Tahap awal, di mana sisa tumbuhan terakumulasi tanpa banyak mengalami kompresi.
- Lignit (batubara muda). Gambut berubah menjadi lignit dengan kandungan karbon rendah dan kadar air tinggi.
- Sub-bituminus dan bituminus. Pada tahap ini, lignit mengalami peningkatan tekanan dan panas, menghasilkan batubara dengan kadar karbon lebih tinggi dan kadar air lebih rendah.
- Antrasit. Tahap akhir pembentukan batubara, di mana tekanan dan panas maksimum menghasilkan antrasit dengan kandungan karbon paling tinggi dan nilai kalor terbesar.
   Keterdapatan batubara di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, terutama berada di wilayah Batu Kajang, Kecamatan Batu Sopang. Daerah ini telah lama menjadi pusat penambangan dengan beberapa perusahaan tambang batubara besar yang beroperasi di sana. Salah satu perusahaan besar di wilayah ini adalah PT Kideco Jaya Agung, yang memiliki konsesi tambang seluas 50.921 hektare. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari PT Indika Energy Tbk dan menjadi salah satu pengekspor batubara terbesar di Indonesia dengan jangkauan pasar hingga ke Asia dan Eropa.
   Selain Kideco, ada perusahaan-perusahaan tambang lainnya yang beroperasi di sekitar wilayah Paser, termasuk di Kecamatan Batu Sopang, yang memberikan dampak signifikan baik dalam aspek ekonomi maupun lingkungan. Namun, kegiatan tambang ini sering menimbulkan masalah lingkungan, termasuk potensi terbentuknya air asam tambang yang memerlukan mitigasi yang baik agar tidak merusak ekosistem sekitar dan mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat.
   Aspek geologi yang dapat mencemari lingkungan dari penambangan batubara. Daerah Paser, Kalimantan Timur, memiliki potensi AAT yang tinggi karena lapisan batubara sering ditemukan dengan mineral sulfida, oksidasi sulfida mempercepat terbentuknya aliran air asam jika tidak dikelola dengan baik. Geologi setempat menunjukkan adanya batuan Potentially Acid Forming (PAF) yang rentan menghasilkan air asam, sedangkan batuan Non-Acid Forming (NAF) berfungsi lebih stabil.
   Air Asam Tambang (AAT) terjadi ketika mineral sulfida seperti pirit dalam lapisan batuan atau batubara terpapar oksigen dan air. Reaksi oksidasi ini menghasilkan air dengan pH rendah dan kandungan logam berat tinggi, yang mencemari air permukaan dan tanah. Perlu diketahui bahwa air asam tambang ini terbentuk dari gabungan 3 unsur yaitu adanya oksigen, mineral pembawa sulfida dan air. Apabila ketiga unsur ini terdapat di alam secara bebas maka ini potensi tinggi pembentukan air AAT. Adanya AAT ini akan menyebabkan penurunan pH air atau tanah sehingga menyebabkan air dan tanah menjadi bersifat asam.
   Dengan cara:
- Netralisasi kimia, Menambahkan kapur untuk menaikkan pH air.
- Penghalang reaktif permeabel, Mengurangi logam terlarut sebelum mencapai badan air.
- Revegetasi, Menutup kembali area terbuka dengan tanaman untuk mengurangi oksidasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H