Terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, masih ada tumpang tindih yang terjadi karena banyak aturan UU sektoral yang mengatur tentang ini secara terpisah dan tidak menjadikan UUPA sebagai landasan pijak dan landasan operasional, termasuk Perda-Perda di daerah yang justru bertentangan.
Perlu juga untuk memulai memikirkan tentang penemuan dan pemanfaatan sumber daya alam lainnya yang bisa mengkonversi sumberdaya konvensional seperti minyak bumi yang ada saat ini.
Reforma agraria bukanlah sebuah solusi final namun merupakan dasar pijakan bagi proses transformasi yang dituju sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan proses transfomasial sebuah negara adalah proses transformasi yang membangun kekuatan dasar di sektor pertanian dan akses kepada rakyat mayoritas yang bekerja di sektor itu.
Sehingga tatkala sebuah proses transformasi bergulir sebagai suatu kebijakan publik maka sektor pendukung utama adalah sektor pertanian dan mayoritas rakyat yang telah memiliki akses ekonomis dan memiliki kekuatan sosial tadi.Â
Pergeseran yang terjadi tidak hanya pergeseran sosial tetapi juga secara ekonomis harus lebih menguntungkan.
Uni soviet mengalami kegagalan karena membangun fondasi transformasial ini dengan lebih menekankan sektor buruh pekerja atau yang biasa disebut proletar.
Ini merupakan sebuah loncatan langsung ke sektor industri yang kemudian tidak bertahan lama karena tidak memberikan jaminan ekonomis, hanya sebuah jaminan pemerataan kedudukan masyarakat sosialis yang gagal menjawab kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat itu sendiri yaitu sandang, pangan, dan papan.Â
Sebaliknya negara-negara seperti Jepang, Taiwan dan Korea melakukan penguatan disektor pertanian sebelum melangkah lebih maju.
Di Indonesia, Penyebab Konflik agraria yang terjadi. Sewa tanah tidak sesuai perjanjian awal, surat tanah warga tidak pernah dikembalikan, lebung dan boloran tetap digarap oleh perusahaan, lahan tidak sesuai dengan peruntukan yang awalnya ditanami rempah-rempah menjadi sawit, tanah warga justru diperjual belikan, tanah tidak pernah diberikan sampai sekarang, hal tersebut menyebabkan ketidak setujuan warga masyarakat yang suatu saat dapat meledak menjadi konflik yang lebih besar.
Bila kita mendengar kata konflik, maka asosiasi kita akan tertuju pada adanya peselesihan/ ketidakharmonisan/pertentangan dan atau yang paling ekstrim adanya tindakan kekerasan. Konflik biasanya akan melibatkan adanya dua pihak yang besebrangan antara satu dengan lainnya.
Sebagai contoh A dan B bertetangga. A tidak terima klo batas pagar rumah B dipindah karena akan memasuk 1 meter ke halaman rumah A. Namun B tetap besikukuh akan memindahkan patok pagar rumahnya karena ada kelebihan tanah B yang menjadi halaman A berdasarkan batasan ukuran luas tanah yang dimuat dalam sertifikat.
Namun A tetap menolak pemindahan batas tanah tersebut dan akan melaporkan tindakan B ke polisi bila B tidak mencabut kembali patok pagarnya yang baru.
Dari gambaran singkat di atas, Dapat diambil kesimpulan, bahwa konflik timbul karena adanya pertentangan/tidak harmonisnya hubungan antara dua pihak yang mempunyai tujuan yang sama atau pemikiran yang berbeda, dan/atau adanya kebutuhan yang sama, sementara ketersediaan sumber daya/objek yang diperebutkan adalah terbatas jumlahnya.