Banyak sekali film horor Indonesia tahun ini, bahkan hampir seminggu sekali bioskop dihiasi oleh film-film horor Indonesia yang baru tayang. Namun, jumlah yang melimpah ini tidak sebanding dengan film horor Hollywood yang tayang juga. Horor Hollywood tahun ini yang saya tonton cuma The Prodigy dan The Hole in The Ground.
Keduanya bertema keluarga, tapi ceritanya hanya berpusat pada seorang anak dan ibu tunggalnya. Pada bulan April ini, akan ada satu film horor keluarga lagi, yaitu Pet Sematary (2019) yang merupakan remake dari versi aslinya yang rilis pada tahun 1989. Tepat 30 tahun berselang, Paramount Pictures membawa nostalgia kembali dengan versi terbaru dari film adaptasi novel Stephen King ini.
Kuburan itu tampak seperti kuburan pada umumnya. Suram, sepi dan gelap, apalagi letaknya dekat dengan hutan. Di hari pertama keluarga Creed pindah, mereka melihat sekumpulan anak memakai topeng membawa bangkai hewan dengan cara yang tidak biasa, seperti hendak mengadakan ritual untuk arwah hewan itu.
Setelah melihat kuburan itu, anak sulung keluarga Creed, Ellie (Jete Laurence) jadi takut kehilangan kucing peliharaannya, Church. Ia jadi sering bertanya soal konsep akhirat kepada orang tuanya. Makhluk hidup akan ke mana setelah mati? Apakah mereka langsung ke surga? Atau ada tempat lain? Sang ibu, Rachel (Amy Seimetz), sering mengabaikan pertanyaan-pertanyaan polos itu karena masih trauma dengan kematian kakaknya yang mengenaskan. Sedangkan sang ayah, Louis (Jason Clarke), dengan senang hati menjawab semua pertanyaan anaknya yang baru berusia sembilan tahun itu, tapi jawabannya tetap sama: semua yang mati pasti langsung ke surga.
Karena makna judul film ini adalah Kuburan Hewan, sudah pasti hewan kesayangan keluarga mereka akan dikubur di situ. Penyebab kematiannya juga sama seperti hewan-hewan yang dikubur di situ. Pertanyaannya, apakah mereka, terutama Ellie, bisa merelakan Church dengan mudah?
ekanan psikologis yang terlanjur besar terhadap kehilangan hal yang kecil tapi sangat disayangi bisa membuat orang mengabaikan akal sehat dan mencari jalan pintas untuk kembali ke kondisi semula. Church kembali lagi dengan fisik yang sama tapi sifat dan perlakuannya kini berbeda. Dia bukan Church kesayangan Ellie lagi.
Kucing itu sekarang tak segan menyakiti Ellie, bahkan mengancam hidup adiknya yang masih balita. Slogan film ini terasa begitu tepat: "Sometimes dead is better". Yang sudah pergi biarlah pergi, tak perlu dibangkitkan lagi.
Orang yang trauma berkepanjangan, direpresentasikan oleh Rachel, seringkali dianggap pikirannya kurang jernih dan selalu berprasangka buruk pada peristiwa yang belum tentu terjadi.