Otot-otot dan sarafnya,
yang tegang seperti tali bergetar
yang ditempa oleh jari-jariku,
terisak sejenak.
Hari ini ratapan mereka
membangkitkan kenangan
yang tak terhapuskan
akan tahun-tahun yang telah kita lewati, jika kita menangis bersama?
Kamu cawe-cawe ingin mulai hari ini dan seterusnya
kita bisa merayakannya lagi
dan kita bisa berkumpul bersama
selamanya dengan bahagia
di sungai
bintang yang tak henti-hentinya kita lihat
saat kita masih
bermain dengan dua anak laki-laki penerus dinasti.
Cawe-cawe seekor Beo, dia mendengar
suara badai
atau aumannya
sebelum melihat
langit pecah disambar petir,
ketenangan bergetar bersama guntur,
dia menjadi takut, dia berlindung
di mana saja
dan kemudian hujan mulai turun seolah-olah
ketakutannya sendirilah yang menjadi penyebabnya.
meramalkan badai itu.
Dalam keheningan ketidakhadiran, Â mendengarkan
bencana berikutnya.
Aku menutupi diriku
dengan selimut
di tempat tidur kaisar.
Aku harap kamu kembali, tapi aku tahu
ini sudah terlambat.
Tidak ada yang kembali
dari tempat
mereka berada, tidak ada lagi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H