Tentang Kematian. Arthur Schopenhauer (1788/1860) mdalam mahakarya awalnya, The World as Will and Representation (1819). Â Dalam kata-kata mutiara ini kita menemukan beberapa pilar pemikirannya, yang dapat membantu kita lebih memahami mekanisme internal dunia, serta mempraktikkan beberapa prinsip untuk mencapai kesejahteraan melalui filsafat. Meskipun, seperti yang ditulis oleh Lev Tolstoy, seorang pembaca setia Schopenhauer, "jauh lebih mudah untuk menulis seratus jilid filsafat daripada mematuhi satu pun dari prinsip-prinsipnya."
Dunia diatur oleh kehendak  yang tak kenal lelah dan berpijar yang mengubah kita menjadi mesin yang menginginkan. Manusia  menginginkan tanpa lelah dan, setelah keinginan terpuaskan, keinginan baru selalu menunggu, yang pada gilirannya berusaha untuk dipuaskan; sebuah dinamika yang tanpa henti memukuli dan menganiaya kita dan menempatkan kita di antara dua kutub yang tak terelakkan: penderitaan dan kebosanan. Untuk alasan ini, Schopenhauer menjelaskan, menarik otoritas Aristotle, orang bijak tidak mencari kebahagiaan yang tidak dapat diakses, melainkan ketiadaan rasa sakit.
Dengan cara ini, penulis Jerman mengundang kita "untuk mengarahkan perhatian kita bukan pada kesenangan dan kenyamanan hidup, tetapi pada cara menghindari, sejauh mungkin, kejahatannya yang tak terhitung banyaknya." Karena alasan ini, siapa pun yang ingin mencatat kehidupan masa lalunya harus lebih mempertimbangkan kejahatan yang telah dia selamatkan daripada kesenangan yang dia nikmati.
Kehendak menemukan dirinya di dunia tanpa akhir atau batas, sebagai individu di antara banyak individu yang bekerja keras, menderita, berbuat salah; dan seperti dalam mimpi buruk, dia terjun kembali ke ketidaksadarannya sebelumnya. Tetapi sampai saat itu keinginannya tidak terbatas, tuntutannya tidak ada habisnya, dan setiap keinginan yang terpuaskan melahirkan keinginan yang baru. Tidak ada kepuasan yang mungkin di dunia ini yang cukup untuk membungkam tuntutannya, mengakhiri keinginannya, dan mengisi jurang tak berdasar di hatinya. "Dunia sebagai kehendak dan representasi (The World as Will and Representation).
Diskursus ini  membahas salah satu masalah mendasar, tidak hanya filsafat, tetapi kehidupan manusia, masalah kematian, masalah yang bertahan sepanjang sejarah. Kebetulan berbicara tentang kematian tidak terlihat baik, tidak menyenangkan untuk memasukkannya ke dalam percakapan dan menjalaninya meskipun sudah setua kehidupan, menamainya tanpa menyakitkan dan menjengkelkan adalah tugas yang sulit.
Orang-orang yang mengaku pernah hidup menyenangkan merasa siap untuk pergi, sementara yang lain ketakutan seolah-olah belum pernah mendengar istilah ini. Ribuan tahun telah berlalu sejak manusia bersentuhan dengannya, tetapi tidak semua orang menerimanya dengan kealamian yang sama.
Pria itu meningkatkan kapasitas penalarannya dari satu era ke era lainnya, dia beralih dari mode imajinatif narasi mitis ke pemikiran rasional. Hal yang sama terjadi dengan kematian, orang memiliki cara untuk melihatnya dan merasakannya sesuai dengan budaya dan agama mereka, dan mereka bahkan memahaminya sebagai peristiwa yang harus dirayakan, bukan ditakuti. Aliran eksistensialisme tidak terkecuali memberikan penilaian yang berbeda tentangnya, Arthur Schopenhauer berpendapat  kematian sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kematian ada di mana-mana dalam teks Schopenhauer, dia berpendapat manusia, tidak seperti hewan, memiliki kesadaran akan kematian. Hewan itu hidup tanpa beban di dunia ini, sementara setiap manusia hidup seolah-olah dia akan melakukannya selamanya meskipun menyadari kematian dan adanya kematian dalam kehidupan setiap orang. Penghindaran alami ini tidak lain adalah kebalikan dari keinginan untuk hidup, ini bukanlah ketakutan akan rasa sakit, tetapi ketakutan akan gagasan tentang kehampaan yang akhirnya tiba; gagasan  keberadaan kita telah menguap selama-lamanya seolah-olah kita tidak pernah ada.
Betapapun menakutkannya kematian, itu tidak dapat dianggap jahat, dan kadang-kadang bahkan dirindukan. Hal ini paling baik terlihat pada orang yang memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang mencari kondisi kehidupan yang lebih baik daripada yang mereka miliki, hampir selalu berakhir dengan kematian. Â
Tidak ada yang bisa mencabut saya dari kematian saya atau mati di tempat saya. Itu juga merupakan kemungkinan yang paling tidak diketahui. Itu adalah kemungkinan yang paling tidak dapat diatasi, karena itu adalah akhir dari keberadaan kita.
Menurut Schopenhauer, kita tidak pantas mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada hidup dan mati, dan dia mencoba membuka jalan untuk lebih memahami yang terakhir, untuk memasukkannya ke dalam kehidupan sehari-hari; ketakutan akan kematian terlindung dalam tipu daya, yang seperti tabir maya, yang membutakan dan mengaburkan kebenaran yang, bagaimanapun menyakitkannya, tetap ada.
Memang, hidup dan mati adalah dua sisi dari hal yang sama (Schopenhauer). Hanya melalui dua tindakan ini, ketika seorang ibu melahirkan dan ketika orang yang sama itu meninggal selama bertahun-tahun, mengulangi proses yang sama ini berkali-kali, barulah spesies tersebut dapat dipertahankan. Seperti yang dikatakan Schopenhauer:
Dalam pengertian yang sama  manusia muncul dari ketiadaan dalam prokreasi, dan ia menjadi ketiadaan dengan kematian (Schopenhauer).
Jelas  kematian memainkan peran penting dalam konservasi spesies baik pada hewan maupun manusia, meskipun makhluk hidup telah mati, esensinya tetap utuh. Setiap entitas dalam individunya akan takut mati, hal ini karena setiap subjek memahami fenomena dari individualitas (Schopenhauer), tanpa memperhitungkan apa yang dikatakan sebelumnya, konservasi spesies.
Apa yang diinginkan filsuf? Memahami  hidup adalah tanda kurung singkat di antah berantah dan jika kita menerimanya kita akan berakhir dengan asumsi kematian dengan kewajaran yang meminta kita untuk menerimanya. Filsafat Schopenhauer muncul dari luka keberadaan ini, dari masalah besar yang ditimbulkan oleh kesementaraannya yang tak terhindarkan bagi manusia. Filsuf ini menganggap  tujuan akhir dari segala sesuatu adalah konservasi individu fana untuk jangka waktu singkat, dengan tidak adanya rasa sakit dan reproduksi spesies, yang, sejujurnya, menganggap tujuan ini jarang atau tidak pernah. tercapai (Schopenhauer).
Ketika kematian dikatakan, kita langsung memikirkan akhir dari kehidupan atau manusia. Hidup mengikuti irama aspirasi, keinginan, keinginan yang terpenuhi dan kemudian lihat bagaimana orang lain muncul. Kematian memainkan peran yang sangat penting di sini, sekarang kepentingan kita bahkan tidak sama dengan sepuluh tahun yang lalu, bagaimana jadinya hidup jika itu adalah keinginan dan aspirasi yang sama, atau jika tidak terpenuhi? Justru di sini muncul, itu memastikan  kita tumbuh lebih sebagai manusia, setiap hari mati sedikit, tetapi kita menjadi lebih dewasa.
Dan tidak dapat membayangkan kehidupan di mana keputusan yang buruk tidak akan mati, jalan yang tidak benar, atau mampu mengakhiri apa yang merugikan keberadaan manusia. Dalam cinta, wanita dan kematian, penulis menegaskan  "jika manusia diberikan kehidupan abadi, batas sempit kecerdasan dan karakternya akan membuat masa tinggalnya di dunia menjadi monoton dan tak tertahankan, dan untuk menjadi bebas, dia pada akhirnya tidak akan memilih apa pun" (Schopenhauer).
Untuk membawa manusia ke keadaan yang lebih baik, tidaklah cukup hanya menempatkannya di dunia yang lebih baik. Itu harus berhenti menjadi apa adanya, prasyarat ini dipenuhi oleh kematian, karenanya kebutuhan fana (Schopenhauer). Nasihat terbesar yang dapat ditinggalkan Schopenhauer kepada kita justru ini, berkali-kali asyik dengan pilihan tunggal yang tampak, kita menahan rasa sakit dan penderitaan tanpa batas dalam hidup kita.
Kematian hanyalah hasil dari kehidupan. Kehendak untuk hidup tidak perlu ditakuti dari kematian, di kutub yang berlawanan dengannya adalah prokreasi dan dalam interval antara keduanya, adalah kehidupan, kematian adalah sesuatu yang tidak pernah bisa kita hindari, bahkan raksasa terbesar yang jatuh menyerah padanya adalah penutupan dari kematian, siklus kehidupan.
Makna filosofisnya, melepaskan, melepaskan, tidak hanya tentang kematian tubuh, akhir dari kehidupan, tetapi akhir dari sebuah proses, karena kehendak  kita sendiri, dikatakan  semua filosofi dimulai dengan itu seolah-olah dia adalah jenius sejati yang menginspirasi; dan dikatakan  tanpa kematian, mungkin manusia tidak akan pernah mulai berfilsafat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
