Wisanggeni.
Memasuki kota melalui laut lepas
aku melihat binatang besar itu: makhluk merahnya
Aku masuki cahaya tinggi dengan cinta tinggi
Aku masuk dan mendapati diriku menderita
Matahari putih-merah di dalam diriku
tumbuh dan tidak tumbuh tanpa henti
dan jiwa dengan gerombolan panas
membara dan kurenungkan itu berderak
Membakar rahasia paling besar di
sekujur tubuhku dalam nyala api yang hidup Kulihat mengambang
dan di tengah kesunyian dan rasa sakit
ia tenggelam dan dibingungkan dengan garam:
memasuki kota dengan cinta tinggi
memasuki kota melalui laut lepas
Dan aku melihat kamu  kalah pada hari ketiga
bereinkarnasi sebagai lembu jantan, babi atau domba jantan
dan bervegetasi sebagai hewan di bumi
untuk menjadi daging dijual pasar dan  toko daging.
Getaran air membuat burung gagak memutih
dan kamu tidak bisa lagi melupakan kulit yang menempel ke dinding
karena runtuh hancur dalam puing-puing
Aku melihat kubah
sungai oranye berpendar merumput jembatan hamil
melahirkan di tengah kesunyian
Warna nyaring merobek
jantung-mu sebagai objeknya sendiri:
merah darah, merah muda leukemia,
luka lilin penyegel , dibuat gila oleh api,tapi justru menghidupkan Wisanggeni
Minyak merobek jari kaki mu, Candradimuka bukannya membunuh
Wisanggeni menemukan kursi-kursi membentur jendela yang
melayang dalam gelombang mata
gedung-gedung cair terlihat menetes
ke bawah batang pohon tanpa kepala
dan di antara bimasakti dan kerang
matahari atau babi bercahaya
memercik di kolam surgawi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H