Mimpi Keadilan
Ketika, melalui kata-kata yang disusun dengan canggung,
Upaya logika mencoba menunjukkan sedikit kekacauan
Di mana hal-hal baru, hal-hal lama, ketidakkonsistenan bercampur,
Dan kebisingan sebut "dunia" seolah-olah itu fakta
milik semua orang berkuasa dan bukan hanya para satria kita,
yang masuk akal berpaling penting dengan gagah perkasa, - "Tidak!
Rakyat jelata tidak mengerti apa-apa! Itu tidak masuk akal!"
.
Para punggawa terlihat seperti anak-anak yang telah meninggalkan pantai
Untuk pertama kalinya dan  dengan hati-hati dibawa
ke dalam gelombang laut yang asin, beracun dan membuat gelisah
Dengan kaki kecil mereka yang pendek dan tampak dicengkeram
Dengan ketakutan yang tak tertahankan pada kehijauan yang bergerak
Yang mereka abaikan dari lengan orang tua leluhur bangsa.
Karena orang tua ini adalah penyair, akhli jiwa pertapa
.
Dari ingatan spesies manusia, di atas langit
Bukit-bukit abad masa depan, mereka menebak apa yang akan terjadi,
Di atas ingatan masa lalu, mereka mengulangi  sejarah bohong yang
terlupakan dalam beberapa generasi! Seperti pohon zaitun
Tugas  mereka sepenuhnya adalah membuat memori prasasti, -
Tentang pertanda alam, cahaya penuh matahari, Â sebanyak
Memori sejati dan lamunan mimpi tentang apa yang terjadi.
.
Setiap ayat yang menjelaskannya adalah bagian kehidupan
Masih diisi dengan energi dan tidak mati seperti
yang sangat dibanggakan manusia: hape, film, cctv,
Rekaman segala jenis, foto, jejak digital semua hanya mitos,
Yang membentuk kebenaran  dengan cara banjir darah, uang merah
Dan yang membeku di kepala manusia apa yang masih disebut
imajinasi, kebohongan, kebenaran, Â
oleh kepentingan  diubah menjadi pabrik mimpi keadilan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H