"Wong Urip Iku Mung Mampir Ngombe"
Makna ""Wong urip iku mung mampir ngombe"  atau orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum." ; berarti singkatnya hidup adalah dasar dari seni hidup. On the Brevity of Life bisa dipakai dengan melakukan trans substansi makna pada teks  On the Brevity of Life, Seneca dikenal dengan nama "Lucius Annaeus Seneca, dimana mencela pria/manusia karena membuang waktu mereka dalam penaklukan ilusi atau  waktu luang yang sia-sia, sehingga hidup mereka mengalir seperti jalan yang mereka lalui tanpa melihatnya, tenggelam dalam pikiran mereka.Â
Namun hakekat "Wong urip iku mung mampir ngombe" Â artinya kita harus melawan waktu dengan cepat memanfaatkannya untuk kegiatan yang memperpanjang dan memberi makna pada kehidupan.
Makna  "Wong urip iku mung mampir ngombe"  sering disalah artikan pendeknya hidup sering diabaikan. Seneca memperhatikan orang-orang/ orang banyak serta yang paling  kuat dan paling bijaksana, meratapi hidup ini terlalu singkat, dan  meninggalkan mereka bahkan ketika mereka baru mulai hidup. Namun Makna "Wong urip iku mung mampir ngombe",  tanggung jawab atas singkatnya hidup terletak pada individu, karena ia menghabiskan waktunya dengan buruk.Â
Makna "Wong urip iku mung mampir ngombe"  artinya Hidup sebenarnya cukup panjang, tetapi manusia menyia-nyiakannya dalam keserakahan, kerja keras, kelambanan, intrik, penaklukan, pertempuran, dll. "Keberadaan kita sudah cukup lama, tulis Seneca, dan sebagian besar cukup untuk menyelesaikan karya terbesar, jika semua jamnya didistribusikan dengan baik" (Tentang singkatnya kehidupan/makna  "Wong urip iku mung mampir ngombe). Hanya saja, laki-laki/manusia itu tidak berhasil membebaskan diri dari nafsunya untuk kembali pada dirinya sendiri.
Makna "Wong urip iku mung mampir ngombe", bisa terjadi/bahkan orang yang paling kaya dan paling dicemburui tersesat dalam ilusi yang memakan waktu [simbol Dewa Siwa yang bergelar sebagai dewa penguasa kala  atau  waktu berasal dari bahasa Sanskerta Dewa berfaedah waktu): mereka menghabiskan diri mereka sendiri untuk kekayaan mereka, penyembah mereka, atau pelanggan mereka.
 Dengan membiarkan orang lain mengganggu hidupnya dan memutuskan penggunaan waktunya untuknya, individu tersebut hidup dalam ketidaktahuan akan kerapuhannya, seolah-olah dia abadi. Inilah alasan mengapa orang-orang paling berkuasa, seperti Augustus atau Cicero, menyesal hidup dalam kebebasan dan tidak memiliki lebih banyak istirahat. Namun Seneca melihat bagaimana mereka kembali ke ilusi mereka segera setelah penyesalan diucapkan.
"Wong urip iku mung mampir ngombe"  bagi Seneca melihat singkatnya hidup sebagai sumber kebijaksanaan. Ringkasnya hidup membutuhkan melestarikan waktu seseorang. Seneca menegaskan  perlu untuk menyimpan hidup seseorang untuk diri sendiri untuk benar-benar menghargai panjangnya dan tidak menyesal. Tidak ada, dalam contoh terakhir, yang cukup berharga untuk ditukar dengan waktu. Filsuf membandingkan orang yang hemat pada masanya dengan tamu yang kenyang  setelah mencicipi segalanya hingga kenyang, tidak lagi menginginkan hidangan lain.
Sementara itu, orang yang tidak mengetahui singkatnya hidup adalah seperti orang kaya yang secara tidak sadar menyia-nyiakan kekayaannya: dia menua tanpa menyadarinya; itu berlangsung, tetapi tidak benar-benar hidup. "Wong urip iku mung mampir ngombe" Â artinya jika waktu diperlakukan sembarangan, itu karena ia tidak berwujud.Â
"Yang disalahgunakan, Seneca menjelaskan, adalah  waktu adalah hal yang tidak dapat diraba, yang tidak mencolok mata: dan  angat sedikit memperhitungkannya; Saya hampir akan mengatakan, itu tak ternilai harganya. Manusia membuangnya dengan kedua tangan, sepertinya tidak ada biaya" (Singkatnya Hidup).Â