Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Ritual Kendi IKN sebagai Senja Berhala?

14 Maret 2022   23:21 Diperbarui: 14 Maret 2022   23:26 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah Ritual Kendi IKN 

Apakah Ritual Kendi IKN sebagai Senja Berhala?; Berita di Kompas.com dengan judul "Prosesi Kendi Nusantara Jokowi di IKN Dianggap Klenik sampai Makna Filosofis Budaya Jawa. JAKARTA, KOMPAS.com - Ritual mengisi Kendi Nusantara yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama 34 gubernur se-Indonesia di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dinilai sebagai bentuk politik klenik. 

"Praktek semacam itu dalam terminologi sosiologi budaya dan sosiologi politik bisa dikatagorikan sebagai politik klenik. Suatu praktik politik mengimplementasikan kemauan penguasa (IKN) berdasar imajinasi irasionalitasnya yang meyakini semacam adanya mistisisme tertentu," kata pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun kepada Kompas.com, Minggu (13/3/2022). 

Pertanyannya   adalah Apakah Ritual Kendi IKN sebagai Senja Berhala?. Jawabnya bisa iya, bisa juga tidak, bahkan  bisa melampui. 

Ritual Kendi IKN sebagai Senja Berhala menurut Friedrich Wilhelm Nietzsche (15 Oktober 1844-25 Agustus 1900) atau Nietzsche. Senja berhala terjadi melalui pertanyaan u tentang nilai-nilai. 

Nietzsche berambisi, dalam Twilight of the Idols, untuk menurunkan dari alasnya para idola, seperti Socrates, Platon atau Kant, yang merupakan pencipta nilai-nilai utama peradaban Barat. Ini adalah pertanyaan "berfilsafat dengan pukulan palu" dalam arti doktrin mereka memerlukan pemeriksaan medis untuk menyoroti sifat tidak sehat mereka.

Senja para idola mengungkapkan pelarian mereka dari keberadaan. Nietzsche pertama kali menyerang dua berhala, Socrates dan muridnya, Platon, dengan asumsi  teori mereka dapat dijelaskan oleh keadaan kesehatan jiwa mereka. 

Hipotesis ini didasarkan pada interpretasi sebuah anekdot: jika Socrates akan meminta, sesaat sebelum kematiannya, pengorbanan untuk Asclepius, dewa pengobatan, itu adalah untuk berterima kasih padanya karena telah membebaskannya, melalui kematian, dari penyakit yaitu kehidupan. 

Bagi filsuf, anekdot ini lebih umum mengungkapkan kecenderungan para pemikir untuk mendepresiasi kehidupan dan lebih memilih kematian daripadanya. "Setiap saat, kata Nietzsche, orang bijak telah memberikan penilaian yang sama tentang kehidupan: tapi tidak ada gunanya.

Pasti ada sesuatu yang sakit di sini" (Twilight of the Idols). Namun, nihilisme ini tentu menjadi gejala, karena ketiadaan makna dalam hidup secara murni dan sederhana menghalangi kita untuk menilainya. Nietzsche dengan demikian menegaskan Socrates dan Platon menolak untuk mengakui dimensi eksistensi yang tragis secara fundamental. 

Dengan menghargai demonstrasi dan dialektika, sang guru mendevaluasi pemikiran alam dan spontan yang indah. Dengan berteori tentang keberadaan dunia lain, surga gagasan, di mana waktu tidak akan berjalan dan di mana hanya kebenaran dan kebahagiaan yang mungkin, sang murid melarikan diri dari kenyataan.

Nietzsche mempercepat senja berhala dengan menilai kembali kehidupan. Senja para idola mengungkapkan pembalikan nilai mereka. Nietzsche mengidentifikasi pelarian dari karakter tragis keberadaan sebagai reaksi defensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun