(4) Praktik paranormal atau akhli metafisika dengan menggunakan berbagai instrument misalnya kartu tarot, komunikasi dengan alam invisible seperti "para Danyang Nusantara, atau Lelemut" dalam unsur-unsur metafisika air, api, tanah, dan udara, gunung, sungai, laut, pohon, bertapa, semedi, puasa, moksa, tempat pelilasan, makam, dan seterusnya sebagai upaya mencari ramalan dengan konsep "manunggal" antara diri dengan makro kosmos;
(5) Praktik dalam bidang astrologi China atau yang dikenal dengan shio, atau 12 Macam Shio Tionghoa (masing-masing dengan Cabang Bumi terkait) secara berurutan dan sifatnya pada Kayu, Api, Bumi, Logam, dan Air sebagai lima elemen alam.; dan setiap tahun di tandai dengan nama binatang atau "shio" sesuai dengan siklus yang berputar : Tikus, Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi.
(6) Menggunakan istilah napas kosmik naga atau disebut Fengsui adalah ilmu topografi kuno dari Tiongkok yang memercayai bagaimana manusia dan surga (astronomi), serta bumi (geografi) dapat hidup dalam harmoni untuk membantu memperbaiki kehidupan dengan menerima Qi positif. Qi terdapat di alam sebagai energi yang tidak terlihat. Qi dialirkan oleh angin dan berhenti ketika bertemu dengan air.
(7) Pada ilmu ilmiah yang paling gampang saya sebut sebagai "ilmu Budgeting" atau ilmu anggaran baik pada perusahaan, Negara dan seterusnya. Ini adalah aplikasi cara mengetahui sebelum terjadi atau melakukan sesuatu. Atau dalam ilmu mutu dikembangkan dengan model William Edwards Deming berupa PCDA, atau "Plan, Do, Check, Act", adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah umum digunakan dalam pengendalian kualitas pada sebuah siklus.
(8) Pada ilmu lain dikembangkan pada Ketidakpastian (Uncertainty), oleh Heisenberg dilanjutkan dengan rerangka pemikiran Lotfi A. Zadeh fuzzy logic, and fuzzy systems, melalui bangunan system pendekatan AI, ES, DSS atau kecerdasan buatan manusia menghasilkan Decision Support System (DSS), Artificial Intelligence (AI), Expert System (ES), dan seterusnya yang dikembangkan.
Dan seterusnya masih ada 100 contoh lain yang sudah dikembangkan untuk menjawab pertanyaan bagimana cara Ilmu ["Weruh sak durunge winarah"] dapat dijelaskan dimodelkan secara finalitas. Tetapi menurut saya ilmu ["Weruh sak durunge winarah"] belum dapat dijawab untuk mengatasi masalah bagimana mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi. Mengapa?
Alasan (1) Karena apapun yang dihasilkan dalam semua "penetapan model di atas mengalami apa yang saya sebut dalam filsafat "paradox" atau mengalami kelemahan pada apapun yang diciptakan. Hal ini jelas kata-kata dan alasan ketika sesuatu model muncul maka kata yang mematikan adalah (a) asumsi, atau ceteris paribus; (b) konsanta suatu nilai tetap; berlawanan dengan variabel yang berubah-ubah. Setidaknya dua argument ini menjadi kendala menemukan ["Weruh sak durunge winarah"].
Alasan (2) Dengan meminjam Martin Heidegger, bahwa kebenaran itu bersifat tersembunyi atau ["aletheia"], sebagai tidak tertutup tersembunyi. Kebenaran itu suka bersembunyi dan menyembunyikan diri. Lalu Martin Heidegger menyarankan suatu metode Ilmu ["Weruh sak durunge winarah"] melalui apa yang disebut "Stimmung" (suasana batin manusia) atau (mungkin di Jawa Kuna disebut "ilmu sembah roso atau keutamaan roso manusia").
Alasan (3) manusia tidak mampu memadatkan waktu yang akan datang, atau memajukan waktu. Maka waktu adalah penentu event atau peristiwa hal. Maka ilmu ["Weruh sak durunge winarah"] sama dengan ilmu waktu pada masa mendatang. Tidak ada/belum ada manusia yang tahu apapun kejadian waktu mendatang, sekalipun dengan mengasumsikan "segala sesuatu bersifat siklus" misalnya ada 24 jam atau 12 jam, 7 hari seminggu atau 5 hari pasaran Jawa waktu berputar terjadi pengulangan tetapi manusia gagal mengetahui semua peristiwa signifikan dan penting. Sehingga tidak mampu diketahui apapun. Maka ada istilah Jawa sikap kegagalan memahami menemukan ["Weruh sak durunge winarah"], harus mengambil "nrimo ing pandum".
Dan kita mesti ingat hasil penelitian saya bahwa para penguasa para dewa (Sang Ada), paling menentukan adalah "Sang Hyang Batara Kala" atau "Waktu" sebagai symbol pusat segala sesuatu ada dan menjadi (lihat buku Heidegger Being and Time). Atau pada Karya Hesiod, mitos Kotak Pandora pada Theogony 507-616. Atau "Stimmung" adalah membedakan antara waktu secara matematika, dan waktu yang dihayati, bahkan melampaui keduanya;
Apa simpulannya pada tulisan ini?