Misalnaya saya tafsir Musik Aesthetics Gamelan "Nang Ning Nung Neng Gong"; kata ("Nang") artinya wenang, tirakat, semedhi, maladi hening, raga, jiwa dan akal budi. ("Ning") artinya wening atau hening, (suksma sejati, jiwa). ("Nung") artinya kesinungan. Pada bentuk kongkrit bermakna  utama (laku utomo). ("Neng") artinya heneng atau kemampuan totalitas jiwa (berserah diri), ("Gung") artinya agung atau keagungan atau kemuliaan Tuhan sebagai segala sesuatu;
Musik Aesthetics Gamelan  mengutakamakan keseimbangan bunyi kenong, saron, kendhang, dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama dari ke atau menuju merepresentasikan jiwa dan pemujaan kepada Sang Ilahi yang bersifat sacral/Agung. Perjalanan batin dan Jiwa manusia Jawa (Mengerti) bahwa Tuhan selalu diingat (sadar) di manapun dan kapanpun  ada dalam waktu bersifat  (eling);
Itulah hakekat "Nang Ning Nung Neng Gong"; Â menyatakan kehidupan manusia ini ada dalam Siklus, dan berreinkarnasi menuju "kekembalian hal yang sama secara Abadi"; Â tidak mungkin memahami Seni tanpa Ilmu Kebijaksanaan sama saja dengan nihil;
Kesatu (1)  kosmologi "Gerak Bantul" atau alam makro kosmos pada dirinya sendiri sebagai objek secara bersamaan menghasilkan pemahaman reduksi dan idiologis. Penyatuan  diri manusia dengan makrokosmos  melahirkan korelasi pengetahuan batiniah manusia (buana alit) dengan keteraturan alam semesta;Â
Bahwa kosmologi atau tatanan semesta (buana agung) dalam jiwa/roh/mental  dan kontemplatif (Seweka Darma) tidak lepas dari perjalanan ziarah sembah Roso manusia yang secara hermeneutika disebut "Sanghyang Atma", dengan mengandaikan manusia ada disebabkan oleh Sang Penggerak ada untuk menemukan air purwita sari (air Cikahirupan);
Kembalinya pada pemahaman kehidupan sebagai sumber dan tujuan "mengada (Dasain") umat manusia menyebutnya sebagai  "urip iki ono sing nguripi", maka "Dao" atau ibu dan bapak sebagai reduksi dari "Sang Hyang Kersa" menghasilkan fakta empiric dari segala sesuatu menjadi ada dan nyata;
Maka akhirnya "Ada Total, dan Ketidakadaan Total"; kepenuhan menggambarkan ketiadaan total, dan bersamaan ada dimana-mana (Sarwa Tunggal Wisesa) yang bersifat diametrical dab paradox. Bahwa  pemahaman diri manusia yang otonom menghasilkan diri manusia yang terus mengalami lingkaran penderitan, dan penderitaan tak dapat dipahami. Maka korelasi manusia dan semua hal ada didunia ini harus terhubung dan saling berinteraksi sesuai fungsi tatanannya masing-masing;
Ke (1) Sadulur papat Lima Pancer  adalah ungkapan batiniah Interprestasi psikologis mental dunia dari pergerakan 4 anasir alam kemudian ditranformasikan dalam proses NACHERLEBEN (pemikiran Schleiermacher) atau mengambil alih tatanan alam kedalam diri manusia, serta menghasilkan kesadaran mental dalam bentuk sastra serta interpretasi  gramatis-nya;Â
Ke (2) Sadulur papat Lima Pancer  adalah  bentuk transcendental aesthetic (seni) perannya mempertemukan: jiwa, Tuhan, dan realitas, termasuk semua tafsir symbol dikonstruksikan melalu cara meniru atau tiruan alam melalui cara  dari seni ke ilmu Jiwa (sistem interprestasi) ditafsir ulang;Â