Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Penjelasan Filsafat tentang Virus Korona [2]

16 Maret 2020   17:48 Diperbarui: 16 Maret 2020   17:51 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjelasan Filsafat Tentang Virus Korona [2]-dokpri

Penjelasan Filsafat Metafisik Tentang Virus Korona [2]

Penjelasan Filsafat Tentang Virus Korona [2] dapat dipahami pada apa yang dikatakan Arthur Schopenhauer, pada inti   "metafisika" adalah kepastian intuitif   "makhluk yang jujur dan primal" pada dasarnya adalah "yang abadi bagi umat manusia adalah totalitas menderita dan kontradiktif". 

Karena itu, elemen dasar dunia adalah "rasa sakit asli"; dan  seseorang dapat dengan mudah mengenali pengaruh doktrin Schopenhauer tentang kehendak yang melandasi dunia sebagai dorongan yang palsu dan menipu.  

Maka "Virus Korona" adalah kehendak metafisik yang menerabas alam semesta dimana dialam semesta ini adalah bentuk theater makan-memakan universal saling membunuh satu dengan lainnya.

Semua adalah kehendak untuk hidup. Ada pohon kecil tidak bisa tumbuh dan kalah bersaing dengan matahari, ada yang kalah bersaing saling merebut air melalui akar tumbuhan di bawah tanah. Dan kekekalan dunia ini adalah theater kehidupan saling memakan universal. 

Contohnya adalah tanah dimakan cacing, cacing dimakan ayam, ayam dimakan manusia, dan akhirnya manusia membusuk terurai secara kimiawi dimakan tanah. Dunia ini adalah kekekalan saling mengalienasi, menjadi siklus kemenjadian alam semesta.

Virus Korona adalah bentuk lain kehendak metafisik untuk melakukan resonansi dan disonasi antithesis kebahagian manusia dalam siklus kemenjadian; atau kontradiksi dan rasa sakit di hati atau ketakutan akan kematian yang tidak beralasan; Virus Korona adalah keadaan seni atau meniru pada kelangsungan alam", yang abadi dalam waktu;

Virus Korona di dunia membebaskan dirinya dengan kemunculan kepermukaan pada  rasa sakit purba, menampilkan dirinya kepada   manusia sebagai "realitas empirik". Dunia tempat kita hidup adalah dunia ilusi yang sebenarnya adalah dunia ilusi yang asli tujuan keselamatannya dihasilkan sebagai "visi yang menyakitkan paradox atau totalitas penderitaan".

"Karena Virus Korona atau disebutkan Nyeri primordial", di atas segalanya, wujud bentuk asli pada  penghinaan dan permuliaan, harus jelas bagi kita   seluruh pengalaman dunia pada penyakit "Virus Korona"  sama dengan tragedy komedi seni atau wayang Jawa Kuna, tidak dilakukan sama sekali untuk kita, mungkin karena peningkatan dan pendidikan, dan tidak lagi menjadi pencipta sebenarnya dari dunia seni itu: tetapi  kita dapat berasumsi dari diri kita sendiri bahwa kita sudah menjadi gambar dan proyeksi artistik untuk pencipta sejati dari mereka dan kita memiliki martabat tertinggi dalam arti karya seni atau meniru hukum alam {"theater universal" atau "Simbolisme Dunia"} dan keberadaan dan dunia hanya dibenarkan sebagai fenomena estetika  sementara kesadaran  ["logika manusia"] di atas segalanya makna ini hampir tidak lain dari para prajurit yang dilukis di atas kanvas dari pertempuran yang digambarkan di atasnya. "

"Virus Korona"  dan "manusia" keduanya menemukan kesempurnaan dalam tragedi kehidupan Theater  dengan mengkomunikasikan kebijaksanaan  intensitas sebesar mungkin melalui sarana fenomena penampakan didunia ini  merupakan "citra dewa yang indah dari realitas dialekika kebaikan dan keburukan dalam pemeliharan dunia";

"Virus Korona"   sebagai elemen sentral   "teori tragedi tragedi" atau {"theater universal" atau "Simbolisme Dunia"} dengan meminjam pemikiran  Nietzsche menyebutkan "pengetahuan dasar tentang kesatuan segala sesuatu yang ada, pertimbangan individuasi sebagai akar penyebab kejahatan, seni theater sebagai harapan gembira  mantra individuasi  dipecah sebagai firasat dari satu memulihkan kesatuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun