Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah "Diajeng Anis Hidayatie" adalah Julia Kristeva-nya Kompasiana?

5 Februari 2020   23:27 Diperbarui: 5 Februari 2020   23:44 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Cinta adalah muasal segalanya. Mari tebar cinta dengan kata-kata, demikian PIC semacam mirip dalam epos Lydia dalam puisi dan prosa Homerik mitos [Homer's Iliad dan Odyssey]  dalam mencari kekembalian hidup melalui perjuangan perang Troya dan legenda kembali menjadikan Ithaca sebagai istana;

Setidaknya ada 3 artikel yang membuat saya tertumbuk pada tema [1] Untuk Perempuan Kehilangan yang Dipanggil" dan tema ke [2] "Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!"; [3] puisi Kopi ini, Tak Seperti Lelaki; Tiga artikel ini mungkin pada mata jiwa memiliki raga artikel ini bisa, tetapi dalam kacamata batin 3 artikel ini justru menurut pembatinan dan kontemplasi ada seacam empati, dan bela rasa umat manusia universal terutama kaum perempuan teralienasi;

Dengan segala permohonan maaf, dan keterbatasan saya, 3 teks ini memiliki isi bela rasa pada apa dilakukan oleh Diajeng Anis Hidayatie sejajar dengan disebut Julia Kristeva manusia mencari Chora kehidupan; dan jantung matriaki; Dan meskipun subjek secara fundamental "terbagi" (pencarian dan kekurangan), selama itu adalah subjek masyarakat, ia tunduk pada hukum One (Nama Bapak atau hukum ayah), yang menahan dorongan dasar dan menetapkan urutan sensor dan pemisahan sosial. 

Di luar sensor ini subjek "kesatuan" terbentuk, dan Diajeng Anis Hidayatie ingin mempertanyakan hal ini terutama pada "Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!";  ] puisi Kopi ini, Tak Seperti Lelaki;

Hampir pada semua tulisan dan gagasannya Diajeng Anis Hidayatie selalu menggunakan ritme, memanggil "chora, wadah, tidak dapat disebutkan, tidak mungkin, hibrida, anterior untuk secara materil dikonotasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada gunanya bahkan tidak bisa dipangkat suku kata apapun;

Interprestasi saya pada 3 teks ini dinegasikan melalui pengalaman garis batas dan bahasa ini, seperti mantra, berlanjut dalam irama yang menghancurkan kesadaran thetis, yang biasanya memaksakan struktur linear penafsiran atau representasi. Bahasa menjadi mobile dan sementara dan tidak representasional spasial. 

Dengan kata lain, itu adalah kekuatan perubahan konstan, bukan ciptaan statis. Contohnya adalah kapan pun bahasanya mulai mengakhiri kalimat, ciptakan ide yang lengkap, momen diubah oleh ritme dalam pengulangan yang konstan di sepanjang puisi dari baris terakhir:

Tulisan Diajeng Anis Hidayatie punggawa Kompasiana ini saya merasakan tidak hanya karena cahaya yang diberikannya pada kemampuan linguistik, tetapi juga untuk pemahamannya tentang batasan yang diperlukan pada kejelasan mutlak dalam penggunaan kata-kata. Dia mengingat pengakuan bahwa kita selalu mengatakan lebih dari yang kita inginkan, dan pesan-pesan tak sadar ini tidak akan pernah bisa diberantas, meskipun mereka dapat (sebagian) dipahami.

Karya Diajeng Anis Hidayatie adalah baik tulisan popular, dan puisi menghidupkan kembali dan menekankan sensualitas suara dalam kata yang kaya. Disini hadiri inkarnasi  penulis terbaik, baik puisi maupun prosa, selalu menyadari hal ini. 

Jadi, misalnya, ketika Vladimir Nabokov memperkenalkan kita kepada pahlawan wanita paling terkenal, dia menulis: "Lolita: ujung lidah melakukan perjalanan tiga langkah menuruni langit-langit mulut untuk menyadap, pada usia tiga, pada gigi. "Tidak mungkin membaca kalimat itu tanpa menyadari sendiri, tentang kedagingan kata-kata, menikmati nama gadis muda itu seperti rasa di lidah dituangkan dalam tulisan ["amazing"].

Karya Diajeng Anis Hidayatie mewakili apa yang dikatakan Julia Kristeva menyebut dua dimensi pengertian dan rujukan (disatukan) 'simbolik', dan dimensi bahasa ketiga ini (keterlibatannya dengan tubuh penutur) 'semiotik'. Biasanya, kata 'semiotika' mengacu pada studi umum tentang sistem makna metafora yang melampaui teks literasinya.

Tulisan  Diajeng Anis Hidayatie secara ucapan batin (semiotik) menjadi menyatu dengan makna (simbolis) untuk menciptakan bahasa;  Bahasa hanya ada ketika kedua aspek ini digabungkan. Tidak ada makna mengambang bebas tanpa perwujudan dalam sesuatu yang fisik (apakah itu sirkuit komputer, ragam pilhan Kompasiana, atau getaran pita suara pada empati sesama. Bahasa manusia berasal dari suara, menulis menjadi fenomena kemudian baik secara historis maupun dalam kehidupan setiap manusia.

Isu bias gender, keperdulian pada wanita termarjinalkan dalam system laki-laki, selalu diupayakan olehnaya kemudian mencari cara yang tepat untuk menggambarkan ini. Pada tulisan "Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!"; adalah gambaran representasi dunia di sekitar kita mengungkapkan, dalam detail terkecil dan cakupan termegahnya, keteraturan matematis yang menakjubkan dan pola yang berulang.

Pada tulisan ] "Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!";  ada apa yang dikatakan  Plato atau Platon  kondisi  selalu dikejutkan oleh perbedaan antara ide-ide abstrak yang dapat dipahami hanya melalui kecerdasan kita dan objek fisik yang kita alami melalui indera kita. 

Meskipun ada banyak objek bundar di dunia, cara kita yang paling jelas untuk memahami kualitas kebulatan adalah dengan memikirkan sifat-sifat geometris lingkaran kehidupan nyata. Namun pada tulisan  "Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!";   jika alam semesta fisik menunjukkan keteraturan matematika yang begitu mencolok, penciptanya pasti telah menyalin pola-pola abadi ini, menjadikannya sebagai model ketika membentuk berbagai bentuk dunia yang terlihat

Jadi, tulisan Diajeng Anis Hidayatie sama apa yang dikatakan Plato menyimpulkan bahwa alam semesta adalah salinan dari keteraturan yang asli dan perlu, yang dengan sendirinya dapat dipahami oleh intelek, dan kondisi itu hendak divisikan dalam kata-kata. Namun, salinan harus terpisah dan berbeda dari aslinya. Itu harus di tempat yang berbeda dari aslinya.

Pada  tulisan  "Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!" atau puisi "Kopi ini, Tak Seperti Lelaki";  membawa keteraturan ke tempat yang ada sebelumnya tetapi sama sekali tidak berbentuk dan tidak teratur. Tempat ini menyediakan substansi yang mendasari keteraturan alam semesta yang dapat dipahami.

"Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!" bahwa itu dapat dipahami hanya dengan "semacam alasan palsu  seperti dalam mimpi". Itu ada sebelum penciptaan dan bertahan sebagai dasar yang diperlukan. Julia Kristeva  menyebutnya sebagai 'wadah' karena ia dapat menerima berbagai bentuk bentuk cetakan. Ruang ini agak menyerupai produksi, di mana seluruh realitas muncul;

Semua ini adalah mitologi, tetapi Kristeva menyatakan, dua komponen (ide dan Chora) yang ia yakini diperlukan agar dunia ada dengan segala metafora seluruh realitanya. Penciptaan dunia, ide, seperti yang dijelaskan oleh Platon, baginya mirip dengan perwujudan ide-ide intelektual dalam bentuk fisik ekspresi yang disediakan oleh bahasa.

Ide-ide yang kita miliki hanya dapat diungkapkan dengan jelas, dan karenanya dikomunikasikan kepada orang lain, melalui kata-kata dan itu nyata dalam 3 narasi yang ditulis Diajeng Anis Hidayatie. Tapi kata-kata dituliskan berasal dari jiwa, roh, dan tubuh pernapasan kita. Komunikasi dimulai dengan terengah-engah, tangisan, dan desahan: dimulai dengan emosi yang menggerakkan tubuh manusia. Ini mirip dengan deskripsi yang diberikan oleh Julia Kristeva pada ide  Chora, yang ia bayangkan sebagai panas dan lembab secara bergantian, terus-menerus dalam gerakan gelisah dengan cara ini dan itu maka hadirlah ide gagasan dituangkan di Kompasiana.

Diajeng Anis Hidayatie adalah penulis menggunakan pola Kristeva's Chora lebih dekat ke metafora rumah: adalah fitur dari keberadaan biologis kita yang memungkinkan suara yang kita buat untuk dibentuk menjadi ucapan dan tulisan. Ini terjadi melalui interaksi kita dengan orang tua kita dan orang lain termasuk dengan lingkungan; Kristeva menemukan dasar bagi idenya tentang Chora manusia, di mana ucapan yang dapat dipahami pertama kali menemukan ekspresi, dan tulisan bermutu hadir melalui cara ini.

Kelahiran tulisan bermutu adalah seperti Big Bang pada awal kosmos pribadi kita, membentuk Chora di mana benih-benih kata mulai tumbuh adalah salah satu bentuk bahasa yang paling sederhana: menggunakan kata benda untuk menunjuk objek. Ini menetapkan aspek referensial simbolis. Tetapi akar dari proses ini terletak di dalam domain semiotik: di dalam dorongan kuat yang melaluinya  mengalami ketergantungannya pada dunia di sekitarnya.

Seperti yang ditekankan Kristeva, "dalam wacana 'dewasa' kita inilah makna potensial dan latensi topologi ini bekerja." Chora semiotik tidak pernah berhenti untuk mendukung kemampuan kita untuk berbicara bahkan jika, dalam pencarian kita akan kejelasan, kita cenderung lupa akar bahasa dalam hasrat  kita. Jauh dari keterbatasan ini, penulis puisi dapat memasuki dimensi semiotik ini, memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan pembaca mereka dengan lebih bersemangat.

Kristeva sendiri sering menulis dengan gaya prosa yang mempesona, kalimatnya yang rumit menenun beragam tema menjadi bentuk yang tidak terduga. Inilah, sebanyak orisinalitas ide-idenya, yang telah memikat banyak pembaca dan memastikan pengaruhnya yang berkelanjutan, baik pada studi sastra dan filsafat.  Dan melalui analisis saya  pada 3 tulisan Diajeng Anis Hidayatie; maka anda layak sebagai Julia Kristeva Kompasiana. Salam hormat, dan semoga semua makluk berbahagia. GBU for all.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun