Secara umum ada 3 event yang muncul selama bulan September 2019 ini. Ada tiga sumber api [Jawa Kuna menyebutnya "geni"].
Unsur kosmos ini memang ditata dan diatur dalam 4 unsur yang membentuk semua yang ada dan nyata, yakni api, air, angin, dan tanah. Empat unsur ini disebut anasir yang bisa berubah bentuk dalam siklus menjadi dan semua yang ada.
Dalam kajian filsafat metafisik tafsir api [Jawa Kuna menyebutnya "geni"] dapat dimaknai secara semiotika hermeneutika dan penelitian sejarah sebagai pengulangan kembali secara abadi. Tafsir api [Jawa Kuna menyebutnya "geni"] dapat dimaknai sebagai berikut:
Pertama, kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan serta kebakaran Gunung Sumbing dan Gunung Slamet adalah sebagai sebuah fakta.Â
Semua adalah wujud nyata api [Jawa Kuna menyebutnya "geni"]. Tetapi api tersebut belum bisa dipadamkan dan terus terjadi sejak 12 tahun silam, belum ada penyelesaian finalitas;
Kedua, kebakaran emosi manusia membakar akal sehat dan jiwa, sehingga ada peristiwa di Demonstrasi di Wamena, di Manokwari, dan telah terus terjadi hampir 1 bulan ini. Belum juga paham dan belum ada penyelesaian finalitas;
Ketiga, kebakaran emosi manusia membakar akal sehat dan jiwa akibat tindakan DPR dan Pemerintah atau Presiden menyetujui revisi UU KPK dan tuntutan menolak RUU KUHP oleh mahasiswa hampir merata di seluruh Indonesia.
Mengapa yang dipadamkan api KPK, tetapi api nyata kebakaran hutan dan lahan justru tidak dipadamkan atau api demo mahasiswa dan demo di Papua belum ada langkah finalitas; atau pertanyaannya adalah bagaimana idealnya Presiden menjadi pawang geni dalam metafora tersebut?Â
Sejatinya tidak ada suatu kejadian tanpa ada sebab akibat, atau ada asap ada api, ada aksi ada reaksi, ada stimulus ada respons yang bersifat niscaya.Â
Ada dua api pada kasus ini, api konkret dan api jiwa berupa kemarahan atau luapan kekecewaan dalam akibat-akibat yang hadir dan muncul.Â