Rekomendasi Untuk Kasus Papua; Jika saya Penasihat  Presiden
Posisi Pemerintah atau negara pada upaya  penyelesaian Papua tidak pernah selesai. Papua seolah-olah selalu bergejolak seperti pergerakan gelombang besar hantam nabire [GBHN].Â
Pasang surut, dan belum ada mapping solution lengkap, menyeluruh, dan paripurna. Jika ada pijakan atau moment atau peristiwa maka gelombang anti pada NKRI dipertontonkan dengan jelas, padat, dan meyakinkan sebagai bentuk antithesis.Â
Adalah bermula pada Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya  sebagai batu loncatan besar untuk melakukan antithesis pada pemerintah kemudian di lanjutkan dengan pengibaran bendera bintang Kejora di hampir semua Pulau Jawa dengan latang terbuka, sampai membuat kita kurang percaya bagimana mungkin bendera dan tuntutan referendum berteriak didepan markas besar TNI, dan di depan istana Negara.
Pada titik ini kelihatannya mungkin pemerintah cenderung menggunakan pendekatan pasif, dan tidak gegabah, mungkin pada situasional sepeerti ini istilah [bukan soal benar salah secara hukum, tetapi soal selamat atau tidak  agar Papua tetap menjadi bagian NKRI].Â
Bisa dibayangkan jika aparat Negara mengambil tindakan berupa pemukuan, pembubaran, penangkapan, gas air mata, dan penindakan bisa saja memang dilakukan, tetapi pada sisi lain tindakan ini mengandung potensi memelintir istilah pelanggaran HAM, sampai pada gerakan lebih luas sampai datanglah dalam hitungan hari Misi PBB untuk Papua (bahasa Inggris: United Nations Mission in Papua] adalah misi penjaga perdamaian yang diciptakan oleh PBB Â dan membuat keputuasan referendum seperti yang terjadi di Timor Leste tahun 1999. Pada titik ini saya rasa pemerintah sudah bertidak cukup arif.
Namun demikian kondisi atau cara seperti itu adalah sementara, atau upaya meredam sementara, sambil mencari solusi lain atau mungkin muncul gerekan lain yang lebih terstuktur, menunggu moment, dan kematangan strategi lebih unggul, dan memiliki efek ganda;
Dalam waktu jeda dan mulai kondusifnya kondisi maka diperlukan model atau upaya bersama-sama duduk 1 meja, melakukan perundingan secara demokrasi agar Papua menjadi adil, bermartabat, dan memiliki penyelesaian secara menyeluruh.
Sangat disayangkan jika terus ada finalitas solusi terbaik yang dapat dirumuskan. Posisi Negara Indonesia mengalami apa yang disebut paradox. Disatu sisi ingin menegakkan aturan hukum postif atau menindak pihak yang disebut KKB aliansi OPM namun disisi lain berbenturan dengan HAM, lobi dan jaringan internasional semakin menguat oleh lembaga LSM, pemerhati kebebasan, dan tekad untuk menentukan kebebasan diri sebagai masyarkat ras Melanesia yang harus diakui ada perbedaan karakter struktur tubuh sangat menonjol dibandingkan dengan warga Negara Indonesia. Kemudahan mengidentifikasikan diri pada Melanesia memungkinkan terciptanya kolektivitas, dan ikatan social yang kuat dan sulit dilakukan cerai berai;
Lalu bagimana rekomendasi saya jika saya bertindak sebagai staf akhli presiden untuk penyelesaian Papua.
Di berbagai negara di seluruh dunia, peneliti Paul Ekman meminta subyek untuk mencocokkan foto ekspresi wajah dengan emosi atau skenario emosional.Â