"Apakah Sesungguhnya Kebenaran Itu Belum Ada"***
Jika memaghami dan membaca dengan benar maka ada paradoks dokrin William Ockham (1287-1347) kata "credo ut intelligam" (aku percaya untuk memahami) atau memperluas iman agama, dan saat bersamaan makin memperkecil "Scientia".
Disinilah terjadi perselisihan dalam padangan sejarah dunia sampai hari ini menjadi fenomena di Indonesia. Maka pada kondisi ini; agama atau teologi berjalan tanpa filsafat "Scientia" ; dan filsafat ("Scientia") tidak memerlukan agama atau teologi. Keduanya bisa jalan sendiri-sendiri;
Maka pada kondisi ini; agama atau teologi berjalan tanpa filsafat ("Scientia"), dan filsafat ("Scientia") tidak memerlukan agama atau teologi. Keduanya bisa jalan sendiri-sendiri. Maka alam dengan cara padang filsafat ("Scientia") hanya dijadikan artefak, seperti mesin, yang terlepas dari yang kudus, dan sacral, dan misteri.
Tulisan ini tidak mengambil cara padang dalam dokrin "Deus absconditus", Tuhan tersembunyi, tak terjangaku fakultas akal budi manusia. Tuhan bersifat kekal, dan "ananta", berada di luar waktu. Hukum alam bisa berubah-ubah jika Tuhan mau.Â
Karena metode "Deus absconditus", mempersempit kapasitas akal budi atau pemikiran pembawa jalan modern (via moderna). Â Maka alam adalah sebagai kinerja mesin dengan dua tatanan yakni materi, dan gerak yang bisa dikonversi dengan cara rasionalitas.
Saya membayangkan fakta hari ini secara jujur  menunjukkan manusia bisa naik kereta api, lewat jalan tol, atau  pesawat terbang pulang ke Solo, Jogja, Bali, wisata liburan ke Jepang, Eropa, hanya beberapa menit atau jam dan tidak jalan kaki karena hasil otak pikiran cerdas, kemampuan menciptakan, dan seterusnya.Â
Atau pada sisi lain ada fakta  manusia sakit TBC, malaria, flu, buta karena katarak, gigi berlobang, bau ketiak, bisa di sembuhkan dengan hasil ilmu, dan logika, dan bukan dengan doa.  Persis dikondisi ini terjadi sesuatu pemahaman baru, jika mau jujur dan tidak emosi, tidak pakai sumbu pendek, atau mau membatinkan lebih dalam sangat dalam pada  cara berpikir.
Bahkan NASA Space Shuttle (USA), dengan kecepatan hingga 28.100 kilometer per jam atau 1,4 jam untuk mengelilingi Bumi. Bahkan jika tahun 2030 ide ini diproduksi, komersialisasi pesawat Space Shuttle maka jarak Jakarta ke Tokyo Jepang hanya butuh waktu 3 menit sampai  5 menit atau mungkin 1 menit.Â