Seperti dikutip dari Jakarta, CNBC Indonesia 05 August 2019 09:50; Plt Direktur Utama PT PLN (Persero) Sripeni Inten pun menjawab atas nama direksi memohon maaf atas kejadian pemadaman kemarin, dan menjelaskan bahwa Jawa-Bali memiliki dua sistem yakni Utara dan Selatan. "Totalnya ada 4 sirkuit yang menjadi backbone adalah 500 KV, itu kalau di utara adalah Ungaran dan kemudian Selatan di Kediri. Dua-duanya adalah 500 kV, dua sirkuit ini yang terjadi di Minggu adalah di utara titik jaringan Ungaran-Pemalang ada gangguan. Itu gangguan pertama pada 11.58," jelasnya teknis. Penjelasan Sripeni cukup panjang dan teknis, dan disimak oleh Jokowi sebelum akhirnya berkomentar. "Pertanyaan saya Bapak Ibu ini semua kan orang pintar. Apakah tidak dikalkulasi ada kejadian kita tahu sebelumnya? Artinya jaringan yang ada tidak dihitung dikalkulasi dan betul-betul merugikan kita semuanya."
Ekskursus ini adalah membahas pada pencirian kegagalan perusahaan [failure atau corporate collapse]. Jika benar bagimana episteme theoria Kepailitan PLN tersebut menjadi mungkin terjadi.
Pada tulisan [1] saya sudah membahas 3 espteme kemungkinan kepailitan perusahaan, dan simpulan deduksi yang mungkin dijadikan acuan untuk melakukan recovery pada PT PLN. Â Atau setidaknya perusahaan besar sperti PT PLN harus memiliki system peringatan dini [early warning system] Â untuk mencegak kegagalan secara lebih awal atau dilakukan antisipasi;
Secara filsafat sebuah kekagagalan adalah niscaya dalam sebuah siklus dan perputaran ruang dan waktu. Â Filsafat memberikan jawaban dua alasan mengapa sesuatu entitas atau perusahaan, apapun juga didunia ini dapat mengalami posisi kegagalan failure atau corporate collapse. Pertama kegagalan disebabkan oleh manusia, dan kedua kegagalan akibat resistensi alam/ metafisika atau ada sebuah realitas yang tidak mampu ditundukkan rasionalitas pada hukum alam atau saya disebut paradoks.
Tulisan ini pada pencirian pertama bahwa kegagalan akibat kesalahan manusia, dan hanya manusia yang bisa memperbaikinya. Kesalahan akibat manusia adalah semacam [maaf] akibat lemahnya fakultas akal budi, sehingga terjadilah perilaku menyimpang. Atau jiwa-jiwa mengalami keretakan sehingga tidak mampu mendefinisikan apa itu kebaikan.
Ada banyak riset dilakukan sejak lama factor empiric menyebabkan sebuah entitas menjadi pailit. Penelitian  misalnya dilakukan oleh Sumarno  Zain. 1994. "Failure Prediction : an Artificial Intelligence Approach". Ghent, Belgium: Ghent University, telah membuat bagimana prediksi kepailitan perusahan sebelum terjadi dalam rentang 4,3,2,1 tahun sebelum perusahaan gagal. Penelitian Prof Dr. Ilya Avianti, tentang Prediksi Kepailitan Emiten Perusahaan di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan indicator-indikator keuangan. Atau penelitian William H. Beaver, "Financial Ratios as Predictors of Failure"  dan seterusnya;
Maka sesungguhnya apapun kegagalan diakibatkan tindakan manusia bisa diprediksi secara logika dan  hitungan matematika. Wajar jika kemudian Bapak Presiden Jokowi  marah besar dengan sopan santun Jawa halus menyatakan : ""Pertanyaan saya Bapak Ibu ini semua kan orang pintar. Apakah tidak dikalkulasi ada kejadian kita tahu sebelumnya? Artinya jaringan yang ada tidak dihitung dikalkulasi dan betul-betul merugikan kita semuanya."
Dalam bahasa Jawa sebenarnya itu artinya anda itu pintar [aspek koqnitif] tapi sayang otanknya tidak dipakai. Â Atau dalam makna etika artinya tidak memiliki tanggungjawab dalam tindakan tanpa menggunakan fakultas akal budi yang baik tegak, dan benar. Â Atau anda itu pintar tetapi [G.....]. Saya sulit membayangkan bagaimana susana batin dikatakan pertanyaan saya Bapak Ibu ini semua kan orang pintar. Apakah tidak dikalkulasi ada kejadian kita tahu sebelumnya?. Mungkin dalam matakuliah GCG atau etika bisnis maka semua mahasiswa membuat simpulan diskusi kelas supaya manajemen PLN harus diganti.
Episteme [1] Saya meminjam Alegori Gua Platon. Pada alegori atau metafora gua Platon menyebutkan ada 5 tahap supaya manusia tidak bodoh, dimana pemikiran itu bersifat menanjak dari [a] Eikasia (persepsi/bayangan/gosib; [b] Pistis (kesan pancaindra); [c] Garis Membagi; [d] Dianoia (logika abstrak matematika; dan [e] Noesis (Arete].
Maka faktor kegagalan manajemen, dan pemegang saham pada PT PLN akibat perbuatan manusia tidak mau mencerahkan kepada kebaikan dalam simbol matahari. Atau kegagalan perusahaan PLN akibat resistensi daya tarikan kepada matahari kebaikan melalui proses menanjak dari Eikasia sampai Noesis (Arete] bolak-balik sebagai proses belajar tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya.
Episteme [2] Saya meminjam Epsiteme Aristotle Four Cause atau 4 penyebab.  Pada teks Fisika II 3 dan Metafisika V 2, Aristotle Four Cause empat penyebab yang kemudian saya sebutkan menjadi factor kegagalan organisasi atau perusahaan terasuk PLN pada tulisan ini. Epsiteme Aristotle Four Cause atau 4 penyebab bersifat umum dalam arti bahwa itu berlaku untuk semua yang membutuhkan penjelasan, termasuk produksi artistik dan tindakan manusia. Di Aristotle Four Cause empat penyebab  dapat diberikan sebagai jawaban atas pertanyaan mengapa PLN bisa pailit atau melakukan pemadaman masal yang merugikan pelanggan atau warga Negara.