Sampah Plastik Saja Belum Beres, Tetapi Mau Memindahkan Ibu Kota NKRI
Pada berita di Kompas.com - 19/08/2018, 21:15 WIB, dengan judul  judul "Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua di Dunia; Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan, Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut.Â
"Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia, sampah plastik sangat berbahaya," ujar Susi dalam sebuah keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (19/8/2018). Ia mengatakan, melalui kegiatan bersih-bersih pesisir laut bertajuk "Menghadap ke Laut" yang digelar hari ini di 76 titik di Indonesia jumlah limbah plastik di Indonesia dapat ditekan. "Gerakan ini sebagai bagian dari komitmen kita mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025," lanjut Susi.
Demikian juga pada tahun 2015, Jambeck beserta tim mengeluarkan hasil penelitian mereka pada jurnal yang berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean. Dari data tersebut dikatakan bahwa Indonesia menempati posisi kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan di dunia. Selain Indonesia, negara yang menepati posisi 5 besar dengan jumlah sampah plastik terbanyak yang dibuang ke lautan yaitu:Â
[1] Â China : 262,9 juta ton; [2] Indonesia : 187,2 juta ton; [3] Filipina : 83,4 juta ton; [4] Vietnam : 55,9 juta ton; [5] Sri Lanka : 14,6 juta ton. Selain itu, sampah plastik di lautan tidak saja bersumber dari sampah domestik, namun sekitar 20% berasal dari sekitar 20% berasal dari sektor pelayaran dan perikanan, namun 80% berasal dari daratan. Jika di lihat berdasarkan data pengelolaan sampah di Indonesia pada tahun 2015; Ditimbun di TPA (69%), Dikubur (10%), Dikompos dan didaur ulang (7%), Tidak terkelola (7%), Dikabar (5%). [lihat Sumber: Jambeck, dkk. 2015. Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean. Marine Pollution. Sciencemag.org. Vol 347, 768-771]
Pertanyaannya adalah mengapa para Punggawa Negara terus belum mampu menyelesaikan problem sampah ini secara nasional dan regional. Sampah adalah momok yang menakutkan, yang kita ciptakan bersama-sama kemudian kita benci secara bersama-sama. Sampah adalah masalah klasik alami, dan memang wajib ada. Â
Bagimana episteme idial yang harus dilakukan oleh para Punggawa Negara atau Punggawa Daerah semestinya dilakukan, apa lagi terasa janggal sekali masalah sampah saja sudah nyata ada tetapi saat yang sama para Punggawa Negara berkeinginan memutuskan secara final pemindahan Ibu Kota NKRI. Masalah sampah saja tidak bisa diatasi dengan finalitas, bagimana mau menidahkan ibu kota NKRI yang bermartabat budi luhur dapat dilakukan.
Saya ingat pada kata-kata rohani dan agak saleh berbunyi: [" Siapa pun yang setia dalam hal-hal yang kecil, ia juga setia dalam hal-hal yang besar. Dan, siapa pun yang tidak jujur dalam hal-hal yang kecil, ia juga tidak jujur dalam hal-hal yang besar"]. Tidak usah saya menghakmi dan menyalahkan secara sewenang-wenang, tetapi mungkin ada salah kita semua sebagai stakeholder berbangsa dan bernegara jarang mau serius memikirkan sesuatu, dan melakukannya dengan setia.Â
Itulah kata Arthur Schopenhauer adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant menyatakan secara umum sifat kodrat manusia itu lebih suka menyimpang. Â Supaya tidak menyimpang maka ada jalan lain yang disebut dalam buku The Republic Plato atau Platon; bahwa Logika atau Fakultas Akal Budi menempati tugas paling utama dalam memahami diri sendiri, mengelola negara [polis] dengan segala paradoksnya. Maka sesungguhnya masalah sampah itu adalah kemampuan Ide Republic tentang fakultas akal budi untuk menjadikanya baik, benar, dan indah;
Ke [1] Jiwa Leadership para Punggawa Negara. Apa itu gagasan Res Publica atau Ide Republic untuk penanggulangan sampah, sampai pemindahan ibu Kota NKRI. Supaya mudah memahaminya saya pinjam metafora sebutlah seorang manusia dari Stasiun Senen pulang ke Jogja atau Solo. Dengan membayangkan kerta api tersebut maka lokomotif akan menjadi penggerak, dan arah [kepala] Senen ke Jogja Solo. Jika lokomotif berjalan berbelok tajam maka gerbong belakang menjadi ikut berbelok.Â
Demikianlah tatanan [semacam model Strada] sebuah ide Republic Akal Sehat. Apa maknanya. Sesungguhnya masalah sampah dapat dipastikan kunci utama nya berada pada tatanan [Leadership] baik Kepala Negara [solusi Simultan] dan para punggawa kepala daerah [solusi simultan]. Â