Wajar jika kemudian Arthur Schopenhauer mendefinisikan manusia itu problem utamanya ada pada kehendak [wille] dimana mengambil posisi sebagai seorang misoginis sejati. Schopenhauer  menyatakan perempuan secara langsung diadaptasi untuk bertindak sebagai perawat dan pendidik anak usia dini kita, karena alasan sederhana  mereka sendiri kekanak-kanakan, bodoh, dan penglihatan pendek  dengan kata lain, adalah anak-anak besar sepanjang hidup mereka, sesuatu perantara antara anak dan pria, yang adalah pria dalam arti kata yang ketat. Pertimbangkan bagaimana seorang gadis muda akan mempermainkan hari demi hari dengan seorang anak, menari dengannya dan bernyanyi untuknya; dan kemudian mempertimbangkan apa yang dapat dilakukan seorang pria, dengan niat terbaik di dunia, di tempatnya.
Menikah sama dengan membunuh diri sendiri dan hidup menjadi teralienasi. Gaji diberi keluarga, mobil diambil anak, rumah diwariskan kepada anak atau menyenangkan pasangan, uang dipakai anak dan keluarga, bahkan orang tua ibu kita tidak tahu gaji anak laki-lakinya, justru yang tahu anak orang lain [istrinya]. Menikah adalah menderita, sengsara atau teralienasi. Mendidik anak adalah menyenangkan orang lain dan bukan diri sendiri. Namun justru manusia teralienasi seperti ini justru dianggap menjadi manusia. Dan kebaikan justru dinormakan sedemikian rupa yang bersifat paradox alienatif. Demikianlah hari ini begitu banyak perceraian, begitu banyak tragedy kemanusian dalam pernikahan.
Paradoks: Menikah sama dengan membunuh diri sendiri dan membiarkan hidup menjadi teralienasi. Jadi menikah adalah awal masalah, tetapi manusia dianggap  menjadi manusia justru dengan menikah.  Lalu mengapa manusia menikah?. Alasan agama dan alasan cinta. Tetapi ada alasan lain yakni kehendak manusia untuk melestarikan species dan melestarikan penderitaan
Pada sisi lain Jason adalah laki-laki egois, dan sisi lain Medea mampu memberikan pemotongan apa yang paling berharga dalam dirinya. Pada kasus ini baik Jason, dan Medea adalah gambaran dalam psikologi dan sejarah pemikiran tentang kebebasan vs [Alienasi] atau pemberian diri atau pengorbanan diri bagi yang lain [the others]. Dan persis disini adalah ontologis moral umat manusia, dan masyarakat [The Foundation of Morals] diperdebatkan.
Dan persis tafsir hermeneutika ini bisa dipakai dalam konteks agensi theory bidang akuntansi, atau bidang koreasi antara kapitalisme dengan buruh atau budak pegawai dalam bidang ilmu ekonomi. Dimana pemberian tenaga kerja bagi pemilik modal atau kaum kapitalisme tidak ubahnya sama dengan penyerahan diri untuk yang lain atau dikembangkan dalam gagasan Karl Marx, vs Gagasan Adam Smith antara ekonomi  sosialisme dan liberalism kapitalisme.
Apapun yang berharga diberikan kepada orang lain dan saya menderita teralienasi, hasil kerja saya demi orang lain, hidup adalah memberi sama dengan makna memotong kesenangan diri, memotong yang bernilai pada dirinya, termasuk misalnya  kewajiban membayar pajak kepada negara. Saya tidak bisa menjadi diri saya karena ada yang lain, yaitu hasrat yang lain mengganggu kebebasan kehidupan saya. Jadi hidup saya tiap hari tiap waktu diganggu yang lain, manusia hidup dalam alienasi diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI