Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Pendidikan Intelligence Keamanan Negara [5]

27 Juni 2019   12:22 Diperbarui: 27 Juni 2019   12:29 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episteme Pendidikan Intelligence Keamanan Negara [5]

Intelligence, International Security adalah isu penting dihadapi dunia global dan adanya  tren yang terus membentuk intelijen dan perkembangan geo-strategis di abad ke-21. Kompetensi SDM yang melampaui [beyond] perlu dilakukan demi terciptanya martabat manusia universal untuk semua stakeholders memiliki  kesadaran tentang cara di mana masalah intelijen memanifestasikan diri dalam masalah keamanan dalam perdamaian dan perang. Hakekat  Intelligence & International Security adalah upaya memperjuangkan dan mempertahankan dunia yang adil dan beradab maka pemahaman tentang dilema etika yang terkait dengan aktivitas intelijen  mendapatkan pemahaman yang baik.

Ke [10] Kompetensi Memahami Ilmu Semiotika.  Kompetensi dalam kemungkinan membuat dugaan sampai simpulan dengan menggunakan terma hakekat  Homo Habilis (manusia pintar menggunakan tangan); Homo Erectus (manusia berdiri tegak), Homo Ergaster (manusia cerdik pandai), Homo economicus, zoon politikon, Homo Luden (manusia bermain), homo Faber (bekerja), sampai teori Homo Sapien Darwin tentang Origin of Species. Hasil penelitian saya tentang tema  "Secret of Java"    menunjukkan kehidupan manusia sebelum sesuatu itu terjadi [ilmu before] dipastikan ada tanda-tanda. Riset saya menyatakan  Hewan, Manusia, adalah mahkluk Simbol {"Animal Symbolicum Ernst Cassirer 1874-1945"}.  

Maka kurikulum dan Pendidikan Intelligence harus berisi dan memahami menguasi rerangka pemikiran semiotika  sebagai ilmu tanda-tanda. Konsep pemikiran  Ilmu Semiotika: Charles Sander Pierce (1839- 1914), Ferdinan de Saussure (1857-1913), Roland Barthes (1915- ), Roman Jakobson (1896-1982), Louis Hjelmslev (1889-1966), Susanne Katherina Langer (1895 - 1985), Umberto Eco (1932-), Ogden dan Richards (1923), George Herbert Mead, Erving Goffman (1922-), Charles Horton Cooley (1864-1929), Herbert Blumer (1900-1987). Tugas seorang analis intelligent mampu membuat dalam sistem untuk melakukan trans substansi pemikiran ini dalam pemetaan masalah, dan solusinya dengan menggunakan ia sebagai data baik kualitatif, dan kuanitatif.

Dengan preposisi seluruh realitas didunia ini apapun baik dijagat alit, dan jagat gede  dapat dipahami dengan perspektivisme (world view) dengan segala argumentasinya pada kerangka pemikiran semiotika  Ferdinand de Saussure (1857-1913). Kompetensi intelligent dengan melakukan trans susbstansi kejadian [event before, dan after] bersifat repetitive dapat dijelaskan dengan menggunakan indicator-indikator sebagai berikut: (1) signifier (penanda) dan signified (petanda); (2) form (bentuk), dan content (isi); (3) langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran); (4) synchronic (sikronik) dan diachronic (diakronik); serta (5) syntagmatic  (sintagmatik), (6) associative (paradigmatic).  Untuk menghasilkan "bildung"  dunia intelligent.      

Bersambung

Daftar Pustaka: Apollo Daito., Laporan Hasil Riset., 2018., Pendidikan Intelligence dan Martabat Manusia Universal  Mataram Kuna pada Epsiteme [Weruh Sadurunge Winarah].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun