Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bisakah Sidang di Mahkamah Konstitusi Menemukan Jenis Kebenaran Baru [4]?

5 Juni 2019   16:38 Diperbarui: 5 Juni 2019   16:45 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com - 22/05/2019, 06:57 WIB; dengan judul "Jimly: Gugatan ke MK Bukan Hanya soal Menang atau Kalah", Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, mengatakan, gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 bukan hanya menyangkut ketidakadilan siapa yang menang dan kalah dalam pemilu. Pengajuan gugatan ke MK juga upaya pembuktian hukum terhadap adanya dugaan kecurangan.

"Forum sidang MK ini penting sekali, bukan sekadar soal menang dan kalah. Forum MK itu kita harapkan berhasil memindahkan kekecewaan dari jalanan ke ruangan sidang. Jadi lebih baik kita berdebat di forum sidang MK," kata Jimly, seusai menghadiri acara Buka Puasa Wapres Jusuf Kalla Bersama Majelis Pengurus Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Istana Wapres Jakarta, Selasa malam (21/5).

Pada tulisan ke [4] ini saya membahas dan ingin membuat diskursus tentang pertanyaan  Bisakah Sidang di Mahkamah Konstitusi Menemukan Jenis Kebenaran Baru. Rangkaian tulisan saya di Kompasiana  [1,2,3] sebelumnya adalah rangkaian pemikiran yang bersambung menyambung sebagai suatu benang merah dalam diskusi ini.

Gagasan pemikiran Ke [7] Tentu saja ada tatanan hukum Negara yang berlaku universal melalui pendekatan positivism {dokrin - Filsfuf Perancis bernama Isidore Marie Auguste Franois Xavier Comte (1798-1857). Postivisme menganggap sesuatu itu harus berdasarkan fakta, data, logis rasional, dan dapat dihitung ulang [rekalkulasi]. Maka dengan pendekatan Comte sesungguhnya menjadi mudah tentang tipe kebenaran yang menjadi rasionalitas dalam proses Mahkamah Konstitusi Menemukan Kebenaran  dalam sengkera Pilpres 2019. 

Plato atau Platon menyetujui  tipe kebenaran positivism ini apa yang disebut sebagai analisis data matematika [numeric] atau disebut Dianoia.  Maka bisanya tradisi umum yang diterapkan dalam semua pembuktian hukum, dan kaidah-kaidahnya adalah {soal ada} atau fakta sebagai alat bukti, dan barang bukti.  Maka matematika, dan data statistika adalah upaya menemukan  jenis kebenaran  berdasarkan argumen kausalitas.

prof-apollo-5cf78d763ba7f7773a79ae23.png
prof-apollo-5cf78d763ba7f7773a79ae23.png
Gagasan [8] adalah  pemikiran proses ["Keraguan Metodologis"], atau Metode Keraguan (Skeptisisme) atau Methodic doubt, oleh  Rene Decartes  (1596-1650), pada teks  Discourse on Method: metode diskursus atau metode wacana berpikir atau penerapan pikiran dengan tepat dan pencarian kebenaran dalam ilmu-ilmu rasionalisme dan empirisme.  Maka sidang proses sengketa Pilpres 2019 atau 2014 lalu sebenarnya sama yakni menyangkut sikap meragukan atau menyangsanksikan [skeptis] atau menyangkal realitas hasil angka suara pemilih serta menguji pada kejujuran proses pemilu tersebut.

Metode meragukan atau keinginan membatalkan jumlah suara pemilu ini oleh Rene Descartes sebagai "Res Cogitans" adalah proses penyangkalan berpikir. Maka upaya ini atau keraguan pada fakta jumlah suara dan proses pemilu metode dipakai dengan menggunakan keraguan atau "Cogito Ergo Sum" (aku yang berpikir, maka aku ada) atau menyangkal realitas membuktikan tentang adanya diriku.  Kata " pikiran (res cogitans)": artinya berpikir secara logic [matematika] dan empiric [menggunakan data valid] kemudian menghubungkan keduanya secara konsisten.

Mata dengan meminjam pemikiran Rene Descartes dapat dipastikan sidang di MK pada sengketa kebenaran yang dilakukan harus rasional, dan pakai data valid. Cara inilah atau jenis kebenaran dipakai sebagai sudut pandang yang dilakukan dalam pembuktian simpulan dan keputusan akhir. Suka atau tidak suka itulah system mekanisme pembuktian yang dianggap "benar" dalam mekanisme hukum positif atau disebut Cartesian sebagai ["Clear, and Distinct"] adalah cara menghindari kesalahan dan menemukan jenis kebenaran;

Akhirnya esensi kata  "Cogito" atau (res cogitans)": sebagai wujud "Intellectual Perception" artinya berpikir secara logic [matematika] dan empiric [menggunakan data valid] atau sifat ide bawan  pengetahuan manusia ["Innates ideas"] kemudian menghubungkan keduanya secara konsisten akan mencapai puncak simpulan sidang Mk kepada kata akhir " clara et distincta (terang, dan jelas) siapa yang disebut benar dan siapa yang disebut tidak benar, atau dalam kasus ini apakah proses pemilu sudah jujur dan adil).

Dengan meminjam pemikiran Rene Decartes,  maka Sidang di Mahkamah Konstitusi adalah upaya mendamaikan konflik antara realitas menjadi dua (Res Extensa, dan Res Cogitans),  kemudian menemukan  jenis kebenaran melalui metode (res cogitans) berupa "rasionalisme empirisme" untuk menghasilkan jenis  kebenaran yang bersifat "clara et distincta" atau (terang, jelas, terpilah-pilah). Demikianlah diskursus menemukan jenis kebenaran dengan meminjam pemikiran bapak Rasionalisme Modern, Rene Descartes lahir 31 Maret 1596, dan meninggal 11 Februari 1650.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun