Berita pada CNN Indonesia | Selasa, 28/05/2019 15:09 WIB; Jakarta, CNN Indonesia Pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendalilkan kecurangan pilpres tahun ini sebagai kecurangan kualitatif dalam gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terdapat tiga bentuk kecurangan kualitatif yang didalilkan kubu calon nomor urut 02 itu dalam gugatannya.
Pertama, tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang disebut tak masuk akal. Pada permohonannya, tim hukum Prabowo-Sandi menjelaskan tentang kejanggalan jumlah DPT di suatu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tak sesuai. Salah satunya karena banyak data yang memiliki tanggal lahir sama.
Kedua, tentang kekacauan situng KPU terkait DPT. Dalam permohonan, dijelaskan banyaknya kesalahan input data pada aplikasi Situng hingga menimbulkan perbedaan antara data di C1 dengan yang dipindai KPU.
Ketiga adalah dokumen C7 yang disebut sengaja dihilangkan di berbagai daerah. Padahal, menurut tim hukum, dokumen C7 adalah salah satu dokumen penting untuk mengkonfirmasi jumlah daftar pemilih yang hadir di satu TPS dengan jumlah orang yang menggunakan hak pilihnya.
Pertanyannya adalah apakah mungkin dalil kualitatif bisa muncul tanpa aspek kuantitatif ataukah ada aspek lain yang melampaui apa itu dalil kualitatif dan kuantitatif;
Ke [1] Pada gugatan ini maka sidang di Mahkamah Konstitusi  diduga mengadopsi pertama-tama pada apa yang dikatakan oleh tiga tipe kebenaran yakni [a] tipe kebenaran logika (apriori, non sensual) atau matematika (deduksi atau normatif) atau deducto hypothetico, dan [2] tipe kebenaran  statistika (induksi atau  positive) empiric, aposteriori, inducto empirico, [3] tipe kebenaran gabungan dualisme  antara kedua metode deduksi dan induksi;
Maka pada tipe ini pertama-tama gugatan tersebut secara logika [apriori] atau secara sillogisme memiliki pendasaran yang memadi pada munculnya kecurangan seperti argument yang dimohonkan. Selanjutnya masuk pada tahap kedua fase kuantitatif adalah fakta dan data empirik [numeric] yang wajib dilampirkan untuk secara positive [ada] kecurangan.
Dan simpulan semacam ini harus memiliki dukungan antara logika, dan fakta data [DPT, C7]  harus cocok dengan data-data tersebut kemudian memiliki konsistensi signifikan bahwa ada terdapat pelanggaran nyata atau kecurangan dalam pemilu khususnya Pilpres 2019.  Dengan model berpikir deduksi, dan induksi  serta gabugan keduanya [konsistensi deduksi induksi], maka dalil kualitatif menjadi dirasakan kurang cukup, jika tanpa didukung data-data yang valid rigor secara kuantitatif. Atau saya sebut sebagai jenis kebenaran yang diajukan kepada sidang di MK memenuhi kaidah Deducto Hypothetico Empirico Verification. Maka dalam kasus ini tim kuasa Hukum Prabowo Sandi harus bisa membuktikan dan menyakinkan Hakim Mahkamah Konstitusi dengan logika dan fakta empiric, serta hubungan keduanya secara apriori aposteori ada yang disebut tindakan TSM [terstruktur, sistematis, dan massif]. Â
Ke [2] Dengan meminjam tipe kebenaran filsafat Platon  atau Plato mencapai tahap-tahap pada ["idea Yang Baik" atau "ten tou agathou idean"]. Ada lima tipe Perjalanan Proses Intelektual gagasan Platon, yakni tahap [a] Eikasia (konyektur), [b]  Pistis (kepercayaan); [c] Dua Garis Membagi (Divided Line]; [d] Dianoia (rasio diskursif analitis), [e] Noesis (rasio intuitif].