Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat tentang Kematian Manusia [1]

4 Mei 2019   11:15 Diperbarui: 4 Mei 2019   11:24 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar penulis

Riset tentang Filsafat  Kematian [Philosophy of death] sudah ada saya tulis di Kompasiana dengan Judul "Time and Free Will, Bergson [1]tanggal 25 Oktober 2018 pukul 00:31.

Tema ['Born and death'], sebagai riset saya tahun 2011, secara matrix matematika prediksi kematian manusia dapat dikoreasikan bolak balik dengan kematiannya. Penelitian saya lakukan dengan mengambil sampling secara random pada Taman Makam Pahlwan Kalibata di Jakarta. Ditiap makam ada tanggal kelahiran dan kematiannya, kemudian dilacak dalam tanggalan harinya. Maka usia manusia lahir dan mati ['Born and death'], ada dalam 7 hari. Sedangkan Indonesia lama usia manusia lahir dan mati hanya memerlukan waktu 5 hari sesusai neptu Jawa Kuna. Tidak ada yang meleset semua peristiwa itu berlangsung dalam siklus 7 hari saja.

Pada riset tersebut atau tulisan tersebut saya meminjam pemikiran  (Waktu dan Kehendak Bebas]  Time and Free Will;  gagasan filsafat  Henri Bergson (1859-1941). Pada "Pengantar Metafisika," Bergson memberi tiga gambar untuk membantu berpikir tentang durasi dan oleh karena itu multiplisitas kualitatif (The Creative Mind). Yang pertama adalah dua gulungan, dengan pita yang berjalan di antara mereka, satu gulungan melepaskan kaset, yang lain berliku itu.

Selama pembahasannya tentang Bergson, Heidegger memfokuskan pada gambar ini pada tahun 1928, The Metaphysical Foundations of Logic. Dailil hasil riset Filsafat  Kematian [Philosophy of death] yang sudah pernah saya tuliskan adalah: Mati tidak ditakuti, yang ditakuti adalah pikiran kita tentang kematian. Maka seiring bertambahnya usia, masa depan semakin kecil dan masa lalu semakin besar.  Sebagai pencirian kematian yang diasumsikan normal.

Ada pertanyaan konyol dan tabu, pernah saya tanyakan kepada 240 mahasiswa sejak tahun 2004-2018, ada dua pertanyaan; [a] apakah anda takut mati; [b] apa itu kematian menurut ada, [c] "bagaimana anda memaknai kematian itu sendiri berdasarkan yang anda lihat alami dengan orang yang anda kasihani.

Pertanyaan ini memunculkan problem di kalangan akademik karena pertanyaan ini dianggap diluar konteks yang mesti dirasionalkan. Singkatnya beberapa simpulan yang bisa dijelaskan dengan meminjam pemikiran Martin Heidegger bahwa : [a] kematian itu mematikan logika manusia tidak bisa secara finalitas karena sesuatu yang tidak tetap dan stabil, melainkan dinamis, dan perlu untuk ditafsirkan ulang untun pengertian hakekat kematian; [b] kematian adalah sesuatu yang mengubah keadaan dan membuka pengertian baru; [c] kematian menjadi peristiwa social dan relasi dalam masyarakat; [d] kematian menjadi lahan bisnis jasa pemakaman dan penjualan pembelian  lahan makam seperti di Karawang; [d]  manusia itu ada menuju kematian sebagai tujuan hidup; [e] Dan hari ini kita memperoleh episteme baru makna kematian sebagai bagian dalam tatanan politik dan demokrasi  di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun