Pak Jokowi Perlu World View Mulltiparadigma Pemindahan Ibu Kota NKRI [1]
Saya bangga dan sekaligus pada saat yang sama sangat prihatin pada alasan-alasan yang disampaikan oleh umat manusia Indonesia baik dari para punggawa Negara, pengamat politik, akademisi, sampai tulisan di Kompasiana tentang diskursus public tetanga road map pemindahan ibu Kota NKRI.
Saya menjumlahkan beberapa tulisan dan wacana yang muncul khususnya Bappenas. Hampir semuanya memiliki ide gagasan yang sama yakni berdasarkan logika [alasan rasional] semata-mata. Bahwa jika pemindahan ibu kota NKRI itu mendekati kata simpulan yang sama [1] Alasan pemerintah pindahkan ibu kota negara karena Jakarta kerap di landa banjir, macet hingga kualitas air sungai yang tercemar. [2] alasan daya dukungan wilayah di Jakarta atau Pulau Jawa segi, kepadatan penduduk dan pemerataan ekonomi, [3] pemilihan wilayah baru ibu kota NKRI tidak mengandung risiko bencana.
Dalam teks idiologi Indonesia lama [Jawa Kuna] ada dua istilah yang harus dibedakan antara [makna “benar” dengan “pener”]. Maka alasan rasional para punggawa Negara pemindahan ibu kota NKRI hanya berada pada tatanan benar tetapi tidak [pener dalam bahasa Jawa Kuna].
Karena jika mengadaikan hanya alasan tiga alasan utama di atas artinya justru hanya memindahkan persoalan, dan bukan menyelesaikan persoalan. Atau memindahkan persoalan dari Jakarta, dan masalah kependudukan ke wilayah lain. Artinya alasan kebijakan itu benar, tetapi saya kira tidak cukup. Mengapa tidak cukup; karena problem utama bangsa ini adalah soal mental [geist] manusia. Maka pemindahan itu adalah hanya pergeseran masalah, dan bukan mengatasi masalah. Atau menggeser perosalan dari wilayah A ke wilayah B, dan bukan menghilangkan masalah apapun secara signifikan dan memadai. Ini adalah pilihan-pilihan, tetapi dalam metafora saya mengadaikan keputusan sesorang ada dua pilihan [a] pindah rumah baru karena berbagai alasan; [b] tetap di rumah lama dengan memodernkan bangunan lebih menadai.
Dan para punggawa Negara harus mampu menjawab dengan pener apakah pemindahan NKRI itu adalah menggeser masalah, atau menyelesaikan masalah secara makro dalam jangka panjang bagi keutaman kebaikkan untuk Negara Indonesia.
"Georg Wilhelm Friedrich Hegel [ 1770-1831] pernah mengatakan apa yang masuk akal itu nyata,“. Maka wajar bahwa "Setiap pemikiran dibahas perpindahan Ibu Kota NKRI tampaknya masuk akal, namun tidak sepenuhnya nyata. Mungkin ada yang salah dengan pemikiran Hegel, atau keduanya. Pada akhirnya Bapak Presiden Jokowi menjadi salah satu hakim untuk memutuskannya".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H