Kajian Filsafat: May Day Keabadian Penderitan Umat Manusia [4]
Fenomena hari ini system kapitalisme telah masuk dalam jantung kehidupan manusia dan menghancurkan tatanan universal. Keluhan dan kritik pada komersialiasi dan bisnis wujud  "perilaku" borjuis tentang keluarga dan pendidikan sangat "menjijikkan" karena Industri semakin menghancurkan ikatan keluarga kaum proletar; sehingga menjadikan keluarga dan pendidikan sebagai sarana untuk transformasi anak-anak menjadi barang dagangan.
 Mulai anak sekolah, matematika, sempoa, music, kimia, fisika semua dileskan (les private) dibisniskan tanpa tanggungjawab orang tua, tetapi anak dianggap sebagai produk atau komonitas. Inilah saya sebut sebagai Mei Day wujud fenomena Keabadian Penderitan Umat Manusia. Bahwa system kapitalisme itu akhirnya membunuh dirinya sendiri.
Struktur kesadaran masyarakat borjuis seharusnya telah diatasi dengan kemalasan sejak lama atau orang kaya pemalas memakai keringat [instrunentalisasi] orang untuk menambah hak milik melalui laba, bunga, dividend, sewa, dan royalti.Â
Antagonisme nasional Indonesia benar benar pada posisi teralienasi atas nama persaingan bisnis, dankehilangan signifikansi karena industrialisasi semakin menstandardisasi life style kehidupan manusia. Produk barang jasa lintas negara, lintas benua, dan mengglobal tanpa ruang dan waktu. Maka semua sejarah hingga saat ini adalah kisah serangkaian perjuangan kelas borjuasi pada feodalisme dan proletar [menidas dan ditindas] atau basis dasar semua sejarah umat manusia. Atau dengan istilah lain bahwa Kesadaran manusia berubah dengan kondisi keberadaan materialnya berubah.
Mengapa tulisan ini saya sebut dengan judul Mei Day Keabadian Penderitan Umat Manusia.
Jawabannya adalah [1]  buruh tidak memperoleh properti apa pun melalui kerja mereka, atau upah buruh budak. Sebaliknya, pemilik atau kenaikkan hal miliknya pada  "properti" atau modal diperoleh melalui fungsi untuk mengeksploitasinya atas nama produk intelektual. Buruh, budak, kuli, pembantu, pegawai bawahan hanya bekerja demi gaji untuk sekedar menyambung nyawa  hidup,  bukan demi menghasilkan perluasan hak milik pada  property.
Jawaban ke [2] kaum kapitalisme atau kaum Borjuasi ini percaya masyarakat terbaik adalah masyarakat di mana mereka memiliki kekuasaan memperluas hak milik property; mereka ingin proletariat mempertahankan perannya yang lemah, tetapi berhenti membenci kaum borjuis yang dominan. Dan kondisi ini ada sampai hari ini dipraktik dalam skala makro, maupun mikro.
Jawaban ke  [3] kalupun ada penyesuaian gaji dan hak kaum buruh budak maka "reformasi ekonomi" ini sebenarnya dilakukan demi kepentingan borjuis, untuk mengalienasikan kaum proletar dan membuat mereka menerima kondisi riel demikian.
Buruh, budak, kuli, pembantu, pegawai tidak memiliki kendali atas hasil kerjanya, dan dianggap penting sejauh mereka [bernilai ekonomi] menghasilkan keuntungan pemilik modal,
Jawaban ke [4] sebagai alasan sistemik dalam struktur masyarakat dimana Buruh, budak, kuli, pembantu, pegawai bawahan berjumlah mayoritas dalam masyarakat, dan jumlah mereka meningkat, maka penawaran tenaga kerja meningkat sehingga mengakibatkan murahnya upah gaji  tenaga kerja yang dibayarkan.